Posts

Showing posts with the label Fiksi

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Image
K au pasti tanya berapa banyak perempuan ayu, berkulit putih nan bersih, yang rambutnya lurus panjang, dan tawanya sederhana itu yang sudah aku jumpai? Terus terang saja, aku tak pernah menghitungnya. Dan aku tak berharap semuanya dapat aku rengkuh. Jangankan semua, satu saja mungkin Tuhan masih belum mengizinkan." Bibirnya terkatup. Ia terdiam. "Ah, mengapa banyak perempuan cantik itu berhamburan di minimarket, di ATM, di angkringan, di setiap lampu merah, di pasar, di dalam mimpiku? Sementara kala sore tiba aku hanya bisa mencurahkan kegelisahan tentang mereka padamu? Nyaliku tak cukup untuk sekadar menanyainya perihal nama. Jika bisa, aku ingin menggandengnya, mengajaknya nonton, ngobrol di kafe, berkeliling naik motor dan pada waktunya tiba akulah hangat untuknya di perjalanan malam yang dingin." Nyaris aku meninggalkan ia bermonolog tanpa penonton. Tapi ia buru-buru mencegat langkahku, penonton tunggalnya. "Dengarkan dulu ceritaku..." bujuknya. Baiklah, ba

Mahakarja #4 (Sebuah Cerpen)

Image
  Tanpa seretan, penjahat itu sudah seperti selebritis menyibak kerumunan wartawan, diiringi polisi di kedua sisinya. Perekam suara disodorkan, namun si penjahat berbaju orange itu tidak mengatakan apa pun. Sementara polisi tetap menyapu jalan yang disesaki wartawan dari segala media, cetak pun daring, dari nasional hingga lokal, yang ternama hingga amatir. Ia adalah seorang lelaki berbadan gemuk. Jauh lebih gemuk jika dibandingkan dulu saat dengan gesitnya ia ber- long march menyusuri jalanan kota menuju “istana” yang kemarin ia duduki bersama dengan pembesar lain yang barangkali juga tersangka namun tak tertangkap. Dan mengapa penjahat itu tidak menyeret kawan-kawannya? Apa karena ia tak terlalu memusingkan soal hukumannya yang memang tak perlu dipusingkan: kurungan yang sama saja dengan di rumah sendiri—hanya saja lebih sempit, karena tak mungkin memperluas ruang tahanan, cukup diketahui saja hukuman pura-pura itu, tak perlu gamblang terpampang di lembar-lembar surat kabar.

Hantu-Hantu B*ngsat (Sebuah Cerpen)

Image
  S i Sulung dalam seminggu mungkin hanya separo dari total malam ia habiskan untuk (bisa) tidur. Ia terjaga untuk menghindari gangguan hantu-hantu usil dan kejam yang mengusik ketenangan. Sembari menjaga si Bungsu, barangkali lingkaran pelindung yang ia buat terjebol. Sebab meski telah diawasi, kecerdikan hantu bangsat itu mampu melewati garis putih yang dibuatnya. K ata orang, hantu-hantu ini senang dengan suhu yang hangat. Pada malam-malam yang dingin mereka merangsek lewat celah yang ada di rumah ini, menyelinap di antara himpitan yang tercipta dari orang-orang yang terlelap. Kadang nampak wujud mengerikan yang membuat bergidik. Kadang menghilang dengan cepat. Mereka pandai sekali bersembunyi. Setiap hari darah harus rela atau tidak terisap oleh taring-taring mereka yang “lembut” itu. "Setan!" Pekik itu milik sang Ayah. Si Sulung yang sedang menahan kantuk di depan televisi sontak terbelalak. Ayah dan ibunya berhambur keluar dari kamar. Kulit lengan dan wajah mereka

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)

Image
  M embaca pengantar buku ini membuat saya ingin berkata: ini salah satu yang sedang saya cari! Buku kumcer Penjaja Cerita Cinta adalah sedang saya cari walaupun sebelumnya tidak tahu bahwa ternyata ada buku macam ini yangmana ditujukan bagi pegiat literasi yang tengah belajar menulis fiksi. Dengan berbagai ragam kebolehan teknik dari penulis mulai dari pemilihan unsur tema, ide, alur, dialog, narasi, setting, konflik, diksi, snapshot , kalimat lugas, hingga pesan moral dan ending . Banyak hal itu yang disampaikannya dalam Pengantar, mungkin dengan maksud memberi sedikit petunjuk bagi yang ingin mempelajarinya. Meski demikian untuk hal itu secara umum saya memandang banyak kumcer (kumpulan cerita) yang menyajikan hal sama. Perbedaannya terletak pada biasanya penulis lain tidak menyampaikan dalam pengantar atau bagian khusus mana pun tentang apa saja yang harus dipelajari dan tidak menerangkan pula bahwa cerpen-cerpen mereka mengandung teknik penulisan yang beragam. Setelah Penga

Nik 5: Hilir (Sebuah Cerpen)

Image
A ku ingin mengabarkan padamu bahwasanya aku telah terbangun dari lamunan oleh jatuh hati yang tak terbalas. Aku tak perlu hirau akan goresan yang baru itu. Karena aku telah sadar di balik goresan itu terpendam memar yang menjiwa. Bila perlu aku akan sibakkan sedikit goresan baru yang saat ini terus ku temui hingga terlihat olehku keterpurukan di alam purba yang pernah ada. Bersama angin, kenangan itu datang mengembus ragaku. Meresap lewat celah apa saja di sana. Butirannya melesat cepat dan menancap di atas saraf nan usang. Syahdan, sekujur jiwa tergetarkan. Guruh bergemuruh menggumpalkan awan hitam. Hujan turun menerabas dedaunan. Dan aku bersyukur. Air mataku samar. Rintih atas perih dari alam purba lamat. Senyum tanda ketegaran tumbuh setelah tersirami. Rekan di depanku, di mana aku berjalan paling belakang, ia menoleh memeriksa. Ternyata jarakku cukup jauh tertinggal dari serombongan pecinta alam yang tengah menelusuri hutan di Gutomo. "Cepat..." Anak lelaki itu menyeru,

Bohong, Bohemian (Sebuah Cerpen)

Image
“Iya, aku memang pengecut. Bukan merayunya, aku justru bernyayi,” ucapnya pelan namun terkandung perasaan yang berat sekali. Pandangannya hanya tertuju pada karang-karang imitasi di sekeliling kolam ikan depan rumah. Namun bukan benda itu yang tergambar di dalam pikirannya. Melainkan acara pentas seni musik di SMA Tunas Bangsa yang menampilkan grup-grup musik seantero SMA dengan beragam jenis musik, unjuk kemampuan memeriahkan event itu. Bohemian mempersembahkan pertunjukan musik akustik dengan gitar bolong dan satu set drum kecil yang dimainkan seorang siswa lainnya. Sebagaimana yang memang senang ia mainkan, alat musik itu dianggap sebagian orang sebagai penunjang pesona seorang pria di mata para wanita. Konon. “Cewek itu suka sama cowok yang main gitar, Yan,” ujar Yudi teman sebangkunya saat sedang berlangsung jam pelajaran matematika. Perlu diketahui pengajar matematikanya ialah Pak Sugeng “sang monster”. Demikian siswa SMA Tunas Bangsa menjuluki. Tak satu pun siswa yang pernah ter

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Image
  M endung lama sekali bertahan di langit. Menjelang tengah hari, gelap masih bergelantungan, sedikit gerimis tetesnya jatuh di pelataran. Perlahan hujan tumpah. Ia menyerah. Rencana pertama di hari sulung tahun 2020 bersama gadis pujaan hati yang telah dilukis rapi, luntur oleh hujan. Rencana bermula kemarin, saat senja mulai menegur sapa, tiba-tiba datang menghampiri sebuah pesan WA dari kontak yang setiap malam satu ' ping ' pun tak pernah ketinggalan dikirim ke nomor itu dan tak pernah pula mendapat balasan. ["Besok tahun baruan bareng, yuk."] Di senja yang sukar dikenal karena parasnya yang tak cerah itu sampai ke dalam hati si Pemuda tertegun, "Oh Tuhan, mimpi apa aku semalam? Seorang yang selama ini melirikku saja tidak, sekarang mengajakku tahun baruan?" gumam Pemuda itu seolah tak percaya. Akhirnya hanya kata"iya" yang ia balaskan, dengan emoticon senyum termanis menghias di sampingnya. Kemudian puluhan obrolan bersambung hingga h

Kombinasi Cerita dan Kata-Kata Mutiara Sujiwo Tejo (Sebuah Resensi)

Image
Foto:  tokopedia.com Aku tidak mau buru-buru menetapkan kalimat yang ditaruh di lembar pembuka buku ini bagus (gegara penulisnya sudah tersohor namanya), dan ternyata memang tidak bagus. Tapi memukau, wahai para pembaca. Kubuka selembar. Selembar lagi. Aku tetapkan, buku ini mewah. Kita akan serasa dimanjakan bila membuka lembarannya. Mewah di tampilan, karena terdapat lukisan penunjang yang sedikit banyak ada kaitan dengan cerita yang disajikan. Mewah di permainan kata, dan hampir di setiap halaman terdapat quotes yang sering menyebutkan kata "Kekasih" sebagai seseorang yang dipesani. Quotes-quotes itu menjadi pusat perhatian lain yang menarik sembari kita membayangkan Sastro dan Jendrowati bertingkah laku. Quotes menarik Sujiwo Tejo dalam buku ini antara lain menurut saya ada di hal. 15, hal. 43, dan masih banyak lagi. Kemudian ada quotes menarik yang memang nyata mampu menarik pembaca ialah pada halaman 24 yang dicantumkan juga pada cover, " Ternyata mencintai bukanla

Perlahan Lahan Jelma Kenangan (Sebuah Cerpen)

Image
  Foto oleh Zaky Zaff Rembulan tampak memukau di pertengahan Sya’ban ini. Imaji langit malam menjadi hangat serupa paras Dewi—teman gadis masa kecilku yang dahulu rambutnya selalu dikuncir dua dan tentu saja tampilannya lusuh ala anak kampung. Kini ia menjelma perawan pujaannya para jejaka era modernisasi dunia. Sebuah era yang tengah mengalir deras menghanyutkan jauh tawa kanak-kanak menuju lautan remaja yang sarat gelombang penggoyah jiwa. Dan tak satu pun dari kami tahu akan seperti apa nanti ketika sampai di pantai senja; dengan cucur tangis atau gelimang senyum. Yang kami sadari, semuanya telah berubah kecuali satu; kepastian atas keberubahan itu. Si kecil—ingin segera menjadi dewasa, namun ketika dewasa membaluti harinya, ‘dewasa’ pun seakan tak pernah dingini. Menjadi dewasa itu—pikirnya—dapat membeli mainan mahal sekehendak diri, karena “bisa cari uang sendiri”. Tapi sekarang justru kerinduan akan bermain permainan-permainan lawas menjadi lebih besar daripada sekadar kein