Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)

 


Membaca pengantar buku ini membuat saya ingin berkata: ini salah satu yang sedang saya cari!

Buku kumcer Penjaja Cerita Cinta adalah sedang saya cari walaupun sebelumnya tidak tahu bahwa ternyata ada buku macam ini yangmana ditujukan bagi pegiat literasi yang tengah belajar menulis fiksi. Dengan berbagai ragam kebolehan teknik dari penulis mulai dari pemilihan unsur tema, ide, alur, dialog, narasi, setting, konflik, diksi, snapshot, kalimat lugas, hingga pesan moral dan ending. Banyak hal itu yang disampaikannya dalam Pengantar, mungkin dengan maksud memberi sedikit petunjuk bagi yang ingin mempelajarinya.

Meski demikian untuk hal itu secara umum saya memandang banyak kumcer (kumpulan cerita) yang menyajikan hal sama. Perbedaannya terletak pada biasanya penulis lain tidak menyampaikan dalam pengantar atau bagian khusus mana pun tentang apa saja yang harus dipelajari dan tidak menerangkan pula bahwa cerpen-cerpen mereka mengandung teknik penulisan yang beragam.

Setelah Pengantar, buku ini langsung menyuguhkan cerita yang memukau, dengan judul "Penjaja Cerita Cinta", yang juga menjadi tajuk buku kumcer karya Edi AH Iyubenu tersebut. Cerpen di urutan pertama itu penulisannya unik. Terdapat sub judul: kesetiaan, rindu, perpisahan, dan kenangan. Kesemuanya merupakan topik yang hendak dibahas oleh Iyubenu dengan perantara PCC-nya. Saya pribadi baru pertama membaca cerpen dengan penulisan yang demikian.

Kumcer ini seperti yang dibilang oleh penulis di halaman awal bahwasanya cerita yang disajikan terdiri dari tingkat sastra berat hingga cerpen gaya pop. Penjaja Cerita Cinta tadi saya kira berada pada level sastra cukup berat. Kemudian setelah itu menuju cerita kedua, Love is Ketek! sangat kental akan pop.

Terbukti benar yang dikatakan oleh sang penulis, genre dari cerpen-cerpen yang ada di dalamnya nampak amat heterogen. Namun kalau boleh saya katakan, di satu bagian, penyajian Iyubenu atas cerpen ini banyak kemiripan dengan karya Tere Liye, Sepotong Hati yang Baru serial dari Berjuta Rasanya (terbit 2012 setahun sebelum kumcer PCC). Pada Penjaja Cerita Cinta sendiri misalnya, ia berisikan sebuah cerita dalam cerita. Konsep sejenis saya temui di cerpen Percayakah Kau Padaku? Tere Liye dalam kumcer Sepotong Hati yang Baru. Kemudian di situ Tere Liye pun memasukkan cerpennya yang bergaya pop seperti Hiks, Kupikir Itu Sungguhan dengan nuansa pop lebih sedikit jika dibandingkan dengan karya Iyubenu di atas.

Maafkan saya, Bung Iyubenu harusnya saya tidak melanggar pesanmu untuk tidak menyimpulkan apapun sebelum membaca sampai habis cerita-cerita yang saya yakin semuanya menawan meski ada yang belum saya baca. Akan tetapi khalayak pembaca adalah heterogen, yakni ada yang tidak betah berlama-lama di satu cerpen dan betah sekali di cerpen lainnya. Sebagai bagian dari keheterogenan pembaca, saya juga termasuk yang demikian.

Untuk informasi saja karena tidak membahas satu demi satu anatomi cerpen dalam karya recomended untuk dibaca dan dipelajari ini, saya tuliskan senarai judul di dalam buku kumpulan cerpen bertajuk Penjaja Cerita Cinta:

1.       Penjaja Cerita Cinta

2.       Love is Ketek!

3.       Cinta yang Tak Berkata-kata

4.       Dijual Murah Surga Seisinya

5.       Menggambar Tubuh Mama

6.       Secangkir Kopi Untuk Tuhan

7.       Tak Tunggu Balimu

8.       Cinta Cantik

9.       Tamparan Tuhan

10.   Abah, I Love You

11.   Cerita Sebuah Kemaluan

12.   Munyuk!

13.   Lengking Hati Seorang Ibu yang Ditinggal Mati Anaknya

14.   Aku Bukan Batu!

15.   Si X, Si X, And God

Secara fisik cerpen-cerpen tersebut dikemas apik di antara cover soft tanpa tekstur timbul. Oh iya, cover ini (2020) berbeda dengan cetakan pertama (2013). Untuk cover cetakan pertama bisa dilihat di sini

Dengan total 176 halaman, font yang dipakai tidak seragam di setiap bagiannya, misalnya pada judul dan titi mangsa. Mungkin maksudnya adalah agar pembaca mendapat visualisasi yang tidak monoton sehingga harapannya mereka lebih betah duduk--walaupun kopi habis--untuk menikmati setiap cerita yang tersaji. Ketika masuk di cerita pertama dan melirik font yang dipakai, langsung saya secara individual menemukan kekurangan. Berbeda dari Pengantar dengan font--mungkin TNR ya, nanti coba teman pembaca lihat sendiri di bukunya--masuk bagian isi ia memakai Calibri. Mungkin masih banyak yang suka, mungkin juga tidak cuma saya yang kurang menyukai font Calibri (apalagi sebagai font dominan). Kekurangan satu ini saya kembalikan ke masing-masing pembaca. Untuk urusan font saya kira ini selera.

Sebagai penutup, saya kutip kata-kata bijak Edi AH Iyubenu dalam Penjaja Cerita Cinta...

Waktu tetaplah sang waktu, rangkaian keping-keping detik dan detik, yang sangat mudah diabaikan, tetapi tidak saat dalam perpisahan.

Salam.


Comments

  1. Wah aku baru tau cerpen aja ada pembaca heterogen, ada yang sastra berat sampe pop. Aku jarang baca cerpen sih huhu

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)