Macan Kumbang Betina


Cepek dapat apa? Si Meme yang montok itu sudah jelas ngga mungkin. Mbak Susi juga sudah ngga mau."


Telunjuknya dengan pelan menggeser ke atas foto-foto wanita yang mengiklankan jasa "ranjang" di facebook. Matanya dituntut cermat agar tidak melewatkan harga yang cocok dengan isi kantong. Susah memang mencari satu postingan yang menarif seratus ribu sekali main.

Pernah ia menawar, "setengah mainan ngga apa-apa deh. Udah kebelet."

Jelas saja ditolak. Mana ada jasa ranjang yang setengah mainan? Apa kalau sudah mau klimaks ditahan biar ngga keluar?

Tapi tidak selamanya kantongnya tandus. Terkadang kalau kacang atau ubi rebus yang ia jajakan keliling alun-alun ludes, dua malam berturut-turut, lima ratus bisa ada di kantongnya. Dengan uang sebanyak itu pilihan teman kencan jadi lebih bervariasi. Dan tentu saja minim penolakan.

Hanya, karena pilihan banyak, ia pun kebingungan. Ada yang sintal, ada yang tobrut, yang kurus tapi putih cantik semampai serupa Wulan Guritno, sampai pilihan berdasarkan usia; muda, kuliahan, setengah tua, mature.

Satu lagi jenis yang bisa ia pilih dan banyak berlalu-lalang di grup facebook khusus untuk para lelaki horny. Yaitu waria. Lho, yang penting bisa tuntas, bukan? Entah di dalam apa di luar, mau di depan apa belakang, itu perkara lain.

Meskipun ia sendiri bulu kuduknya merinding melihat satu demi satu wajah waria yang "nggilani". Aura laki-laki mereka tetap muncul walaupun berdandan secantik apa.

***

Jari telunjuknya tertahan di atas swapotret seorang yang berpose tangan menopang dagu. Rambutnya berponi dicat merah kecoklatan. Matanya membelalak manja. Bulu-bulu tipis melintang ditumpang hidung, melambai-lambai meminta digulung. Senyumnya mengembang sempit. Sesempit apa yang dalam pikirannya disebut "pintu surga".

Tanpa basa-basi, setelah mendapat lokasi mbak-mbak di foto tadi ia langsung bergegas mengambil sepeda motornya dan berlalu dari halaman rumah. Ia mengontrak rumah pada seorang wanita paruh baya yang masih ada ikatan saudara dengan istrinya. Tinggalnya di sebelah kontrakan persis. Setiap kali ia meraungkan suara motornya wanita itu keluar dengan daster lengan sebahu. Biasanya ia akan bertegur sapa dengan wanita itu, kali ini melesat meninggalkan asap mengepul. Wanita itu tersedak. Berteriak memakinya.

Malam semakin nglangut, jalan yang ia lewati semakin sepi orang. Suara-suara manusia membisu dibekap kelam. Hanya serangga bisa terdengar tapi tak menyeruak wujudnya. Penunjuk arah di HPnya bilang kalau hampir sampai di lokasi. Sepeda motornya lantas melaju kencang menerjang jalan aspal berlubang batu-batu kecil berserakan. Sehingga mengguncang badannya sangat keras. Di tengah jalan setapak lampu depan padam. Tapi ia tak peduli. Terus saja ia melaju kencang, sekencang angin malam itu.

Di ujung jalan setapak. "Nyasar apa gimana sih share loc nya?"
"Ngga mas," suara melengking dari samping, "Sini."
"Pelosok amat rumahnya Mbak?"
"Biar kalau menjerit ngga kedengeran banyak orang," ucapnya tersipu.
"Sama saya, mbaknya pasti menjerit berkali-kali."
"Ah, masnya." Semakin tersipu.

Senyumnya mengembang sempit. Rambutnya berponi merah kecoklatan. Matanya membelalak manja. Persis seperti yang di foto. Pesonanya tak luntur dari foto sampai pas ketika sudah berdiri di depan orangnya langsung. Pikirnya, ini bukan sembarang wanita.

"Tapi, tarifmu kenapa semurah itu mbak?"

Si mbaknya sekali lagi tersenyum tersipu.

"Ayo, mas, buka bajunya."
"Ngga usah disuruh, mbak. Aku buka juga celananya."

Di dalam kamar yang redup, diterangi remang lampu warna-warni, di kamar dengan wangi aneh, ia khusyu' menikmati service yang seharga beras, minyak goreng, gas tiga kilo untuk istri dan anak-anaknya di kota seberang.

Si mbaknya sudah membuka celana dalam, jongkok membelakangi ia yang terbaring telanjang keenakan. Ruangan yang redup bukan kepalang, membikin ia tak melihat, lubang apa yang dimasukkan ke penisnya. Sesuatu mengenai pahanya. Terasa agak tebal dan menggelantung. Namun ia tak peduli. Terus melenguh keenakan.

***

Di ujung yang lain seorang waria tengah menunggu bookingan dari costumernya: para lelaki yang kalau nggak kelainan ya pasti pengeretan.

Ia mengeluh karena sepi pelanggan. Sudah digratisi sekalian tetap saja tidak ada yang jadi. Kebanyakan komentar malah bernada mengejek. Kadang membuat ia geram.

Sementara di sebuah postingan bergelimang komentar dan pujian. Semuanya tertarik dengan sosok di dalam foto. Padahal sama-sama waria juga seperti dirinya.

Lalu, di pesan pribadi. Si waria idaman lelaki itu tak sungkan-sungkan memberikan rahasianya mengapa bisa memikat lelaki begitu banyaknya.

Usut punya usut ternyata seminggu sebelumnya ia telah pergi ke seorang dukun untuk meminta supaya banyak lelaki terpikat kepadanya.

Pada suatu Maghrib. Ia pergi sendiri melewati perkampungan sepi dan jalan setapak. Tempatnya sangat wingit. Dukun itu tinggal di sebuah gubuk yang hampir tidak ada penduduk lain di sana. Di dalam gubuk itu terpajang di dinding hiasan-hiasan dari kulit entah kulit apa. Banyak gambar-gambar kepala macan.

Ia menceritakan semua keluh kesahnya, tentang jiwanya yang seorang wanita namun mau bagaimana sosoknya ialah laki-laki. Dalam keluarganya tidak nyaman karena dipaksa menjadi laki-laki. Diusir dari kampungnya dan bertahan hidup di kota menjadi pelayan syahwat. Siapa yang mau menjalanai hidup seperti itu, pikirnya. Adakah kampung yang mau menerima orang sepertiku? Demikian tanyanya.

Dukun hanya mengangguk-angguk. Singkat, dukun menyatakan, dalam seminggu ke depan ia akan memikat banyak lelaki. Tapi pada satu malam yang ditentukan ia harus mau berubah menjadi siluman macan kumbang betina untuk disenggamai siluman macan kumbang jantan dan melahirkan anak dari mereka.

Sejenak ia berpikir.

***

Di tengah malam yang paling tengah, lelaki itu meninggalkan si mbaknya. Dengan asap knalpot yang mengepul di udara ia melenggang pergi. Dilewatinya lagi jalan setapak tadi. Sepasang cahaya menyala diserta lenguhan buas menghadangnya. Seekor macan kumbang bersiap menerkam. Lelaki itu tak peduli. Ia memblayer-blayer motornya. Macan kumbang mengaum. Melompat ke arah lelaki itu. Tapi ia tak peduli.

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Keusilan Hujan

Baskara dan Suicide Idea