Posts

Showing posts from March, 2024

Mensyukuri Dulu

Sampai hari ini sejak lima tahun lalu aku melalui waktu khususnya waktu Senin-Jumat hampir sebagian besarnya dengan beban pikiran yang laten. Soal pekerjaan. Yang bagi ukuran orang normal ini tidak biasa. Ada sesuatu yang salah. Entah dari diriku atau pekerjaan di tempat itu. Problem-problem yang ada saling bersusulan datang. Kau pasti tahu, masalah ada untuk diselesaikan. Dan aku sedikit takut untuk mengatakan kalau jenis masalah yang aku hadapi adalah yang belum selesai tapi sudah 'mendarat' masalah baru. Apesnya, ini berkaitan dengan uang. Nah, itu mungkin pangkal masalah sebenarnya. Semua orang butuh uang. Ketika orang mengeluarkan uang dalam proses transaksi artinya ia berhak mendapatkan sesuatu dari sejumlah uang yang telah ditukarkan dengan sesuatu tersebut. Lalu bagaimana jadinya jika orang itu tidak atau belum mendapatkannya? Ada banyak kemungkinan. Paling ringan ia mengelus dada, mencoba sabar. Paling berat ia marah dan membawa polisi. Artinya, aku tergolong p

Gitar

Gitar adalah alat musik yang paling aku bisa untuk membunyikannya dengan baik. Walaupun selalu ada kekurangan di sana-sini ketika memainkannya. Ada banyak teknik dari alat musik gitar ini. Dari cara bermain genjrengan, petikan, petikan dengan pick, petikan lima jari, sampai fingerstyle yang mengesankan. Dari awal belajar bermain gitar aku jarang menggunakan pick (alat bantu memetik/menggenjreng). Mungkin itu yang membuatku sekarang sulit bisa bermain melodi--selain memang jari tangan kiri belum lihai menari di atas fretboard. Cara memetik yang aku pakai adalah lima jari. Seharusnya cocok untuk fingerstyle. Tapi nyatanya aku tidak bisa juga bermain fingerstyle dengan bagus. Itu pun aku hanya bisa menggunakan bentuk C di 3 fret pertama. Aku bukan musisi ulung. Tapi, sebagaimana yang aku tulis di bio facebook, aku adalah: "seorang yang selalu bermimpi menjadi musisi ulung". Skill-ku payah sekali. Kendati di hadapan teman-temanku yang tidak bisa bermain gitar aku dinilai jago

Butuh Komputer, HP, Kamera, dan Lainnya

Zaman digital atau zaman media sosial menjadikan orang berduyun-duyun mengembangkan layarnya di dunia online. Alasan paling memotivasi adalah penghasilan, uang (melalui jual beli online dan lainnya yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah dari aktivitas dunia digital). Ada juga alasan lain misalnya eksistensi dan popularitas. Tak terkecuali aku sendiri yang ingin menggapai satu anak tangga di mana komunitas yang aku bangun setidaknya memiliki akun media online yang menarik terutama dari segi tampilannya. Untuk berada dalam posisi tersebut dibutuhkan keterampilan mengolah medianya, dari urusan editing sampai programming. Selain itu diperlukan pula peralatan yang menunjang dalam mengolah konten. Seperti komputer dengan spek yang tidak rendahan. Lalu sekarang tidak bisa tidak ikut memproduksi konten berbentuk video. Akhirnya membutuhkan juga kamera yang bagus. Sementara ini aku berkeinginan memiliki kedua tools tersebut serta peralatan lainnya yang bisa aku gunakan untuk memproduk

Hampir Bakar Buku

Dua bulan lalu, hampir aku membakar sebuah buku dari deretan koleksiku yang terbagus. Buku itu sangat dikenal banyak orang. Bahkan oleh yang kurang menyukai buku sekalipun. Aku membelinya via online dalam kondisi bekas tapi masih cukup baik. Bisa dikatakan aku terlambat mendapatkan serta membacanya. Yang aku dapatkan ini cetakan pertama tahun 2018. Namun aku baru membacanya pada 2019. Di cover mukanya tertulis "Buku terlaris versi New York Times dan Globe and Mail". Betul, penulisnya berasal dari Amerika Serikat. Karya luar biasa ini bermula dari tulisan-tulisan blog. Sampai sini pasti sudah bisa diterka judul buku ini. Dalam versi bahasa Inggris Mark Manson memberinya judul "The Subtle Art Of Not Giving a Fu*k", kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat". Pertanyaannya, kenapa aku ingin membakar buku yang justru bagus dan terlaris pula? Sebenarnya kalau tidak menyukai sebagian isinya sudah dari dul

Keusilan Hujan

Tak pernah aku hitung berapa kali dalam perjalanan hidup selama ini aku merasa seakan hujan usil. Hal ini mungkin pula pernah dialami tidak hanya aku. Kalian pasti pernah suatu siang atau malam keluar, naik sepeda atau motor. Sebelum beranjak pergi kalian berpikir cuaca aman, nih. Eh, di tengah jalan sekonyong-konyong hujan deras. Kesalnya lagi kalau kita sudah menerabas guyuran air, basah kuyup, sampai tempat yang kita tuju hujannya reda. Hujan itu paradoksal. Di satu sisi ia memang seperti yang beberapa kawanku pikirkan: membawa berkah (walaupun sebenarnya mungkin mereka terkadang merasa kesal juga). Seolah menafikan sisi lainnya yakni bahwa hujan membikin hal negatif. Contohnya saja menghalangi ketika kita sedang buru-buru ada acara di tempat yang jauh, sedangkan kita tidak punya pelindung badan dari air hujan. Yang jelas hujan itu kehendak Tuhan. Kalau sampai hujan menghalangi kita untuk pergi sikap terbaik kita adalah berbaik sangka, mungkin di tengah jalan tengah menghadang hal

Kopi, Karl Marx, Lambung, dan Jantung

Melihat jam analog di HPku, jarum pendek sudah menyeberangi angka 3. Aku terbangun dengan perasaan cemas berlebih. Jantungku berdegup kencang. Kupikir ini cuma persoalan pikiran stress. Makanya aku seperti biasanya segera membuka Youtube dan menonton Stand Up Comedy. Menikmati lawakan dari komika langgananku, Coki Anwar. Coki Anwar belum lama aku kenal. Tepatnya setelah melihat wajahnya melintas di beranda Youtube dalam podcast sebuah channel yang tidak pernah pula aku melihat sebelumnya. Karakteristik khas Coki adalah wajahnya yang tanpa senyum dan memang ia membangun reputasi sebagai komika yang menahan tawanya sendiri, meski lawakannya hampir selalu membuat banyak orang termasuk aku tertawa geli. Lelucon yang keluar dari mulut Coki tergolong absurd berkarakter. Sebetulnya tidak hanya Coki komika ternama yang demikian absurd. Yang lain aku kenal ada Indra Frimawan. Tapi lelucon dia itu bagiku sendiri tidak dibawakan dengan lucu. Ya meskipun banyak orang menilai sebaliknya. Mungki