Posts

Ramah-Tamah di Hari Kematian

Tak cuma dalam pernikahan, manusia pun di hari kematiannya butuh ramah-tamah. Terdengar tidak masuk logika berpikir dalam lingkup kultur masyarakat sini. Tapi bisa jadi ada dalam tradisi masyarakat sana. Misal pun tidak, maka premis tersebut biarlah jadi perenungan kita. Jika tak cukup patut sebagai bahan merenung, tidak apa-apa, biarkanlah berlalu seperti obrolan pelipur sedih oleh tamu yang datang semalam sebelum seonggok jenazah di ruang depan itu dikuburkan. Saudaraku, sepupu dari ibu, meninggal dunia kemarin. Perempuan muda belia, kata bapak kyai penyambung lidah empunya musibah di masjid menjelang jenazah disholatkan. Saudaraku itu perempuan pendiam yang baik. Karena kata bapak kyai ada orang pendiam yang di dalam hatinya menyimpan rasa dengki. Aku ini jarang melayat orang meninggal khususnya di kampungku sendiri. Namun berbeda ketika yang meninggal selama hidupnya cukup dekat denganku. Tanpa diminta aku akan melayat dan mendoakannya di hari kematiannya. Kala itu pula aku yang te...

Profesionalitas yang Lain

Kantor tempatku bekerja tidak seperti kantor pada umumnya dengan segala aturan-aturan tertulis dan tegas yang wajib dilaksanakan dan pantang ditinggalkan, meskipun ada pengecualian-pengecualian sebagai ketentuan tambahan. Di kantor lain mungkin jika karyawan ada keperluan keluarga yang urgen ia diperbolehkan izin meninggalkan pekerjaannya sebentar, asalkan tidak terus-terusan. Mungkin terdengar agak fleksibel. Namun di kantorku lebih fleksibel dari itu. Kondisi yang lebih fleksibel itu berubah menjadi terlalu fleksibel, dan menurutku tidak sehat untuk keberlangsungan kantor. Misal, aku yang kadang di suatu pagi bingung ketika ada kerjaan yang perlu diselesaikan dan butuh rekan kerjaku, sedangkan ia belum datang ke kantor, dan menunggunya tidak sebentar. Padahal pagi hari waktu masih semangat-semangatnya. Namun, hal ini aku bahas di lain tulisan saja. Kali ini ada fenomena lain yang unik mau aku ceritakan. Ada teman laki-laki di kantor yang telah berkeluarga, ia berangkat cukup siang da...

Fasilitasi

Langkah berjalan mundur cepat, waktu tergulung, tahun-tahun terlipat, lalu berhenti di masa ketika aku duduk di bangku paling depan mengerjakan soal ujian tengah semester kelas 3 SMP. Hanya ada beberapa benda yang legal berada di atas meja; kertas folio bergaris, pulpen, penghapus pena, dan lembar soal ujian. Namun aku kecewa berat, karena soal yang tercantum di lembar itu berbeda sama sekali dengan apa yang sudah aku pelajari (atau hapalkan?) semalam. Kesal; merpati dari kertas yang biasanya dibuat dari lembaran buku yang tidak terpakai, saat itu kubuat dari kertas soal ujian. Pikirku dahulu mungkin: membuat kertas soal itu menjadi merpati adalah lebih baik daripada meremasnya. Namun, ibu guru pengawas tetap saja tidak respect dengan perbuatanku. Pesannya: hargailah yang mengetik soal di kertas itu. Aku merasa bersalah, menyesal telah melakukannya. Padahal kalau dipikir-pikir sekarang waktu itu aku kecewa dengan sesuatu yang tidak begitu berkualitas dalam proses pendidikan seorang ma...

Kereta Terlambat

Kabar baik, sakit tenggorokanku sudah tidak kurasa seharian. Kabar buruknya, itu hanya berlangsung saat aku ditemani kekasihku hari ini. Selepas beberapa jam sehabis keretanya berangkat aku mulai merasakan ludah seperti menghantam lagi pada sebelah kiri jakun. Tidak pernah aku lihat sebelumnya stasiun seramai tadi. Parkiran mobil sesak dan teras stasiun dipenuhi orang-orang yang menunggu keretanya datang. Bisa sedikit kumengerti relasi paling berharga mereka dari masing-masing pengantarnya. Seorang gadis mencium bocah laki-laki yang mungkin masih duduk di bangku PAUD. Seorang gadis yang lain dirangkul laki-laki yang lebih tinggi darinya. Seorang laki-laki yang dipeluk wanita paruh baya dengan hangatnya. Dan aku, tanganku digenggam oleh gadis di sampingku. Ia mengira, pasti karena besok Senin. Sebagian besar penumpang kereta malam ini pasti mereka adalah pekerja yang punya hari kerja pertama: Senin. Atau mahasiswa yang baru saja melipur rindu di kampung Pekalongan dan esok sudah mulai a...

Nyelonong dan Tiba-Tiba

Pikiranku kalut. Tenggorokanku sakit berlarut. Sudah seminggu lamanya tidak mereda sakitnya, aku sebut sakit saja walaupun ini tidak seperti batuk yang teramat mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, aku jadi selalu kepikiran karena di hari pertama bulan November kekasihku akan datang. Sakit tenggorokan ini kenapa sih nyelonong dan tiba-tiba? Malam Kamis. Hampir pukul sembilan malam. Aku masih di kantor. Niat mau makan di warung Pak Dhirin, dekat bangjo Ponolawen itu. Tapi tidak jadi, karena ketika aku ke sana lempeng-lempeng kayu penutup jendela masih menghalangi apa yang ada di dalam warung. Tanpa putar balik, sepeda motor aku bawa ke arah barat melewati bangjo, kemudian belok ke arah lapangan Mataram dan tiba di tempat makan alternatif, Warung Lingsir Wengi. Menu sudah kupesan. Nasi megono pakai telor ceplok santan. Kusantap. Makanan masuk mulut, lalu kutelan, tidak ada angin tidak ada hujan, kok sakit ya tenggorokanku waktu menelan? Seketika aku tidak tenang. Tidak habis pikir sak...

Pemalas Banyak Mau

Ngga nyangka apa yang dikatakan Pandji Pragiwaksono di podcast Rintik Obrolan terngiang di pikiranku cukup lama. Berulang-ulang muncul. Sampai aku menulis ini. So, thank you, Pandji. Dia bilang, "Kaya itu dampak dari lu melakukan sesuatu dengan sangat baik." Makdeg . Kalimat itu masuk menukik ke dalam alam bawah sadarku. Persis dua hal tersebut, yaitu "kaya" dan "sesuatu" menjadi misteri dalam perjalanan hidup seseorang yang telah menghabiskan waktu tiga dekade ini. Serta apa yang telah diperoleh selama kurun waktu itu terasa begitu jauh dari cita-cita. Dan tentu saja berkaitan pula dengan kualitas hidup yang berbanding lurus dengan kondisi finansial. Berkaca kepada orang-orang yang seusia denganku- terlepas dari privilese- banyak dari mereka telah menghasilkan karya yang luar biasa. Di era banjir akses ini banyak sekali manusia produktif muncul dengan bakat masing-masing, dan tak cuma-cuma, dari sana pulalah akhirnya pundi-pundi uang dapat dikumpulkan. ...

Kenapa Pengen Punya Mobil?

Isu ekologi menjadi isu yang sangat aku perhatikan. Meskipun sedikit pengetahuanku tentang misalnya tumbuh-tumbuhan, fauna, dan ekosistem di sekeliling manusia, paling tidak aku merasa tidak sampai hati bila harus menerima kantong plastik sekali pakai ketika membeli sesuatu dari penjualnya. Bahkan melihat orang begitu tenangnya membeli es teh dengan wadah gelas plastik yang dibungkus kantong plastik aku "mbatin", kenapa ya mereka tidak menolak minimal kantong plastiknya? Selain itu, keadaan Bumi yang kian memanas juga mengusik pikiranku, aku resah namun tidak tahu bagaimana mengatasinya. Setiap hari aku tidak bisa bahkan menjadi tidak mungkin jika harus jalan kaki atau naik sepeda ke tempat kerjaku, ke tempat teman-temanku, pergi ke acara komunitas. Aku selalu butuh sepeda motor untuk mencapai tujuan-tujuan tadi. Namun, aku ingin punya mobil. Mengapa? Dipikir-pikir aku rugi sudah berusaha atau memikirkan tentang bagaimana cara meminimalisir pemanasan global. Sedangkan orang l...