Posts

Nyelonong dan Tiba-Tiba

Pikiranku kalut. Tenggorokanku sakit berlarut. Sudah seminggu lamanya tidak mereda sakitnya, aku sebut sakit saja walaupun ini tidak seperti batuk yang teramat mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, aku jadi selalu kepikiran karena di hari pertama bulan November kekasihku akan datang. Sakit tenggorokan ini kenapa sih nyelonong dan tiba-tiba? Malam Kamis. Hampir pukul sembilan malam. Aku masih di kantor. Niat mau makan di warung Pak Dhirin, dekat bangjo Ponolawen itu. Tapi tidak jadi, karena ketika aku ke sana lempeng-lempeng kayu penutup jendela masih menghalangi apa yang ada di dalam warung. Tanpa putar balik, sepeda motor aku bawa ke arah barat melewati bangjo, kemudian belok ke arah lapangan Mataram dan tiba di tempat makan alternatif, Warung Lingsir Wengi. Menu sudah kupesan. Nasi megono pakai telor ceplok santan. Kusantap. Makanan masuk mulut, lalu kutelan, tidak ada angin tidak ada hujan, kok sakit ya tenggorokanku waktu menelan? Seketika aku tidak tenang. Tidak habis pikir sak...

Pemalas Banyak Mau

Ngga nyangka apa yang dikatakan Pandji Pragiwaksono di podcast Rintik Obrolan terngiang di pikiranku cukup lama. Berulang-ulang muncul. Sampai aku menulis ini. So, thank you, Pandji. Dia bilang, "Kaya itu dampak dari lu melakukan sesuatu dengan sangat baik." Makdeg . Kalimat itu masuk menukik ke dalam alam bawah sadarku. Persis dua hal tersebut, yaitu "kaya" dan "sesuatu" menjadi misteri dalam perjalanan hidup seseorang yang telah menghabiskan waktu tiga dekade ini. Serta apa yang telah diperoleh selama kurun waktu itu terasa begitu jauh dari cita-cita. Dan tentu saja berkaitan pula dengan kualitas hidup yang berbanding lurus dengan kondisi finansial. Berkaca kepada orang-orang yang seusia denganku- terlepas dari privilese- banyak dari mereka telah menghasilkan karya yang luar biasa. Di era banjir akses ini banyak sekali manusia produktif muncul dengan bakat masing-masing, dan tak cuma-cuma, dari sana pulalah akhirnya pundi-pundi uang dapat dikumpulkan. ...

Kenapa Pengen Punya Mobil?

Isu ekologi menjadi isu yang sangat aku perhatikan. Meskipun sedikit pengetahuanku tentang misalnya tumbuh-tumbuhan, fauna, dan ekosistem di sekeliling manusia, paling tidak aku merasa tidak sampai hati bila harus menerima kantong plastik sekali pakai ketika membeli sesuatu dari penjualnya. Bahkan melihat orang begitu tenangnya membeli es teh dengan wadah gelas plastik yang dibungkus kantong plastik aku "mbatin", kenapa ya mereka tidak menolak minimal kantong plastiknya? Selain itu, keadaan Bumi yang kian memanas juga mengusik pikiranku, aku resah namun tidak tahu bagaimana mengatasinya. Setiap hari aku tidak bisa bahkan menjadi tidak mungkin jika harus jalan kaki atau naik sepeda ke tempat kerjaku, ke tempat teman-temanku, pergi ke acara komunitas. Aku selalu butuh sepeda motor untuk mencapai tujuan-tujuan tadi. Namun, aku ingin punya mobil. Mengapa? Dipikir-pikir aku rugi sudah berusaha atau memikirkan tentang bagaimana cara meminimalisir pemanasan global. Sedangkan orang l...

Melebar ke Mana (-mana)?

Kurang lebih pukul 18.13 aku pamit pada kawan-kawan yang masih melingkar di forum diskusi Buka Buku volume 51. Aku bilang lewat chat grup WA Gusdurian kalau telat. Memalukannya aku telat melampaui waktu yang sudah aku tentukan sendiri yaitu pukul 18.15. Karena mendekati pukul 18.00 aku pikir aku akan dapat giliran menyampaikan sekilas pendapat lalu sekalian say good bye ke kawan-kawan yang sore itu seperti sedang menuang air ke mulut botol tapi airnya justru lebih banyak mengucur ke bagian luar botol itu. Entah sebatas aku atau ada orang lain di forum tersebut yang menilai demikian. Hanya saja jika penilaian ini benar maka jalannya diskusi Buka Buku perlu diatur kembali. Memang, di sana apa pun boleh diungkapkan tapi jika respon satu dan banyak orang kemudian melenceng jauh dari pernyataan yang direspon aku pikir juga tidak sehat buat "dikonsumsi". Mula-mula seseorang menyajikan kutipan Karl Marx yang entah dari mana ia dapat (aku googling tidak ketemu), aku agak lupa bunyi ...

Definisi Adil

Kata "adil" definisinya selalu ditentukan menurut orang per orang. Adil menurut orang miskin tidak sama dengan adil dalam pikiran orang kaya. Maka, ketidakadilan yang berimplikasi dengan kemiskinan yang terjadi di negeri ini bisa jadi tidak ada dalam penglihatan para selebriti plus DPR kaya-raya, yang rumahnya dijarah akhir Agustus lalu itu. Terlepas dari hukum negara pun ajaran agama bahwa penjarahan itu perbuatan yang salah, aku, di dalam perasaanku yang geram atas nasib kurang baik ini, di mana melihat segelintir orang dengan mudahnya mendapatkan apa yang terbaik (menurut penilaian banyak orang)--misal saja pendidikan yang memadai, akses ke pekerjaan dengan upah melimpah, kemudahan membeli rumah untuk tinggal bersama pasangan setelah menikah--sebenarnya cukup puas mengetahui pejabat itu hartanya dijarah. Kalau perlu tidak hanya dijarah, tapi pastikan harta kekayaannya yang bermilyar-milyar itu terkuras dan dialihkan untuk membiayai kehidupan orang-orang yang sekadar ingin ...

Materi: Realistis

Entah dengan apa aku survive di hari-hari ke depan saat bagian baru dari hidupku bermula. Yaitu kehidupan rumah tangga, di mana segala sesuatunya akan sangat berbeda. Sesederhana aktivitas sarapan, sepiring porsinya tidak cuma tentang diri sendiri, melainkan bertaut dengan individu yang terbingkai dalam satu tabel Kartu Keluarga. Calon istriku bukan perempuan yang pikirannya konvensional. Namun bukan lantas modern yang keglamour-glamouran . Dia sepertinya punya kesadaran yang baik akan realitas, namun tidak serta-merta menerima begitu saja akan nasib. Aku di sini tidak ingin memberikan predikat apa pun, karena pasti akan subjektif dalam arti memuji-muji orang tersayang. Satu sisi pikirannya yang modern itu ingin aku telaah dengan kondisi finansial yang aku sandang. Aku memulainya dengan kesan yang sering aku tangkap saat melihat update foto di media sosial dari beberapa teman yang sudah berumah tangga. Beberapa yang kumaksud adalah mereka yang sehabis menikah tampak nelangsa. Kesan t...

Ketakutan di Hari-Hari Kemarin

Kerusuhan itu berlangsung di Bulan Rabiul Awal menjelang hari lahir Nabi yang mulia, orang suci yang kita hormati, Rasulullah Muhammad SAW. Maka, selepas matahari terbenam sore tadi, dan masuk kalender di malam 12 bulan tersebut, aku ingin merefleksikan bersamaan dengan peringatan Maulid tentang sekadar apa yang aku rasakan hari-hari kemarin khususnya pada saat suasana mencekam yang semestinya bisa tidak mencekam. Petaka di akhir Agustus itu bukan bencana alam seperti gempa atau angin puting beliung yang sulit bahkan tidak bisa manusia kehendaki agar tidak terjadi. Suasana mencekam kemarin adalah akibat kesengajaan bajingan entah di mana mereka berada. Aku menulis seperti ini dan aku post di story Instagram: Hidup di dunia lebih tepatnya di daratan Indonesia untuk sekali saja tak pernah merasakan bahagia karena ingin menggapai mimpi--macam tempat tinggal layak, pendidikan yang memadai, finansial yang sehat--sulit bukan kepalang. Sekarang malah dibuat tidak tenang dengan permainan manus...