Materi: Realistis

Entah dengan apa aku survive di hari-hari ke depan saat bagian baru dari hidupku bermula. Yaitu kehidupan rumah tangga, di mana segala sesuatunya akan sangat berbeda. Sesederhana aktivitas sarapan, sepiring porsinya tidak cuma tentang diri sendiri, melainkan bertaut dengan individu yang terbingkai dalam satu tabel Kartu Keluarga.

Calon istriku bukan perempuan yang pikirannya konvensional. Namun bukan lantas modern yang keglamour-glamouran. Dia sepertinya punya kesadaran yang baik akan realitas, namun tidak serta-merta menerima begitu saja akan nasib. Aku di sini tidak ingin memberikan predikat apa pun, karena pasti akan subjektif dalam arti memuji-muji orang tersayang.

Satu sisi pikirannya yang modern itu ingin aku telaah dengan kondisi finansial yang aku sandang. Aku memulainya dengan kesan yang sering aku tangkap saat melihat update foto di media sosial dari beberapa teman yang sudah berumah tangga. Beberapa yang kumaksud adalah mereka yang sehabis menikah tampak nelangsa. Kesan tersebut kemudian aku sorotkan kepada perempuannya.

Aku yakin tidak ada perempuan yang mau hidup nelangsa sekalipun itu bareng-bareng dijalani dengan pasangan hidupnya. Ketika itu terjadi maka satu-satunya kemungkinan adalah terpaksa; Sudah memutuskan hidup bersama maka harus dijalani apapun kondisinya.

Di lain sisi ini adalah persoalan sistem. Dari lingkaran yang kecil sampai besar. Yang kecil itu keluarga yang besar itu negara. Bagian ini mungkin di sini hanya intermezzo sebab ada sebagian orang beranggapan kondisi ekonomi itu tergantung orangnya sendiri. Maka, aku sekadar mengkritik sembari mengungkapkan fakta agar terlihat, sebab peran negara tidak bisa dilepas dari masalah ekonomi individu warganya.

Warga negara hidup di wilayah suatu negara wajib bahagia, baik secara lahir pun batin. Menurutku, kebahagiaan lahir (beberapa juga batin) di zaman ini tidak terlepas dari materi. Meskipun bagi orang-orang yang bertendensi pada spiritualitas tertentu tidak sepakat. Mereka tentu akan berpendapat yang demikian itu termasuk golongan yang tersesat. Maka, mereka menganjurkan untuk kembali pada jalan yang benar.

Bagiku bukan tentang jalan yang benar atau tidak, melainkan jalan yang realistis atau artifisial. Di zaman ini hampir tidak ada yang tidak dinilai dengan materi. Termasuk kemampuan survivalitas yang aku maksud di awal mutlak tertaut dengan materi. Bukan karena calon istriku pikirannya modern lantas aku berupaya mengejar materi untuk membahagiakannya, melainkan tidak ada seorang istri pun yang pantas hidupnya dibuat nelangsa karena tidak berkecukupan dalam materi.

Comments

Popular posts from this blog

Jose

Purwokerto

Mimpi