Melebar ke Mana (-mana)?
Kurang lebih pukul 18.13 aku pamit pada kawan-kawan yang masih melingkar di forum diskusi Buka Buku volume 51. Aku bilang lewat chat grup WA Gusdurian kalau telat. Memalukannya aku telat melampaui waktu yang sudah aku tentukan sendiri yaitu pukul 18.15. Karena mendekati pukul 18.00 aku pikir aku akan dapat giliran menyampaikan sekilas pendapat lalu sekalian say good bye ke kawan-kawan yang sore itu seperti sedang menuang air ke mulut botol tapi airnya justru lebih banyak mengucur ke bagian luar botol itu.
Entah sebatas aku atau ada orang lain di forum tersebut yang menilai demikian. Hanya saja jika penilaian ini benar maka jalannya diskusi Buka Buku perlu diatur kembali. Memang, di sana apa pun boleh diungkapkan tapi jika respon satu dan banyak orang kemudian melenceng jauh dari pernyataan yang direspon aku pikir juga tidak sehat buat "dikonsumsi".
Mula-mula seseorang menyajikan kutipan Karl Marx yang entah dari mana ia dapat (aku googling tidak ketemu), aku agak lupa bunyi kalimatnya dengan tepat, kurang lebih intinya bahwa semakin beragama suatu bangsa maka semakin tinggi tingkat kejahatannya.
Ada dua variabel: keberagamaan dan tingkat kejahatan. Aku pikir sangat jelas demikian. Tapi bagaimana bisa satu orang dalam lingkaran diskusi itu berpendapat panjang dan lebar--masih dalam lingkup kutipan tadi--sehingga mengubah variabel menjadi kebaragamaan dan tingkat pengetahuan. Yang ia sampaikan konteksnya melebar ke sejarah abad pertengahan di mana terjadi kemunduran Barat sekaligus kemajuannya setelah renaisans, dan ada kaitannya memang dengan agama yang mana di zaman tersebut agama menjadi otoritas yang absolut, tapi aku pikir tidak secara langsung berkait dengan kejahatan.
Alih-alih mengembalikan obrolan pada dua variabel itu, kawan yang berikutnya mendapat giliran bicara menyambung penyimpangan yang telah dimulai. Hingga topik tersebut selesai dibahas tidak ada pelurusan termasuk oleh aku sendiri. Aku mengamati namun aku enggan sok-sokan meluruskan, selain itu kawan lain sepertinya ada yang lebih berhasrat untuk berbicara. Lalu soal waktu juga. Melihat keaktifan kawan-kawan yang ada dan topik yang sebetulnya menarik hanya saja aku menilai tidak menyehatkan, aku bilang ke orang sebelahku kalau durasi diskusi sore ini terlalu singkat.
Anehnya, dinamisasi diskusi yang tidak menyehatkan terjadi lagi untuk kedua kalinya. Dimulai setelah seorang kawan menyajikan pertanyaan: di zaman modern dengan informasi melimpah ini apa yang membuatmu bertahan dengan agama yang kamu anut?
Menurutku, waktu itu hanya sedikit jawaban mereka yang sampai pada inti pertanyaan tadi atau minimal menarik untuk diambil ibrahnya. Dan sebelum semua mendapat giliran berbicara (termasuk aku yang sedang diburu waktu) bahasannya lebih dulu melebar ke mana-mana.
Waktu menggeser terang dan menggantinya dengan suasana gelap di area Monumen. Kawan-kawan masih berhasrat, khususnya yang berbicara, bagaimana yang mendengarkan? Entah.
Comments
Post a Comment