Posts

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)

Image
  M embaca pengantar buku ini membuat saya ingin berkata: ini salah satu yang sedang saya cari! Buku kumcer Penjaja Cerita Cinta adalah sedang saya cari walaupun sebelumnya tidak tahu bahwa ternyata ada buku macam ini yangmana ditujukan bagi pegiat literasi yang tengah belajar menulis fiksi. Dengan berbagai ragam kebolehan teknik dari penulis mulai dari pemilihan unsur tema, ide, alur, dialog, narasi, setting, konflik, diksi, snapshot , kalimat lugas, hingga pesan moral dan ending . Banyak hal itu yang disampaikannya dalam Pengantar, mungkin dengan maksud memberi sedikit petunjuk bagi yang ingin mempelajarinya. Meski demikian untuk hal itu secara umum saya memandang banyak kumcer (kumpulan cerita) yang menyajikan hal sama. Perbedaannya terletak pada biasanya penulis lain tidak menyampaikan dalam pengantar atau bagian khusus mana pun tentang apa saja yang harus dipelajari dan tidak menerangkan pula bahwa cerpen-cerpen mereka mengandung teknik penulisan yang beragam. Setelah Penga

Nik 5: Hilir (Sebuah Cerpen)

Image
A ku ingin mengabarkan padamu bahwasanya aku telah terbangun dari lamunan oleh jatuh hati yang tak terbalas. Aku tak perlu hirau akan goresan yang baru itu. Karena aku telah sadar di balik goresan itu terpendam memar yang menjiwa. Bila perlu aku akan sibakkan sedikit goresan baru yang saat ini terus ku temui hingga terlihat olehku keterpurukan di alam purba yang pernah ada. Bersama angin, kenangan itu datang mengembus ragaku. Meresap lewat celah apa saja di sana. Butirannya melesat cepat dan menancap di atas saraf nan usang. Syahdan, sekujur jiwa tergetarkan. Guruh bergemuruh menggumpalkan awan hitam. Hujan turun menerabas dedaunan. Dan aku bersyukur. Air mataku samar. Rintih atas perih dari alam purba lamat. Senyum tanda ketegaran tumbuh setelah tersirami. Rekan di depanku, di mana aku berjalan paling belakang, ia menoleh memeriksa. Ternyata jarakku cukup jauh tertinggal dari serombongan pecinta alam yang tengah menelusuri hutan di Gutomo. "Cepat..." Anak lelaki itu menyeru,

Bohong, Bohemian (Sebuah Cerpen)

Image
“Iya, aku memang pengecut. Bukan merayunya, aku justru bernyayi,” ucapnya pelan namun terkandung perasaan yang berat sekali. Pandangannya hanya tertuju pada karang-karang imitasi di sekeliling kolam ikan depan rumah. Namun bukan benda itu yang tergambar di dalam pikirannya. Melainkan acara pentas seni musik di SMA Tunas Bangsa yang menampilkan grup-grup musik seantero SMA dengan beragam jenis musik, unjuk kemampuan memeriahkan event itu. Bohemian mempersembahkan pertunjukan musik akustik dengan gitar bolong dan satu set drum kecil yang dimainkan seorang siswa lainnya. Sebagaimana yang memang senang ia mainkan, alat musik itu dianggap sebagian orang sebagai penunjang pesona seorang pria di mata para wanita. Konon. “Cewek itu suka sama cowok yang main gitar, Yan,” ujar Yudi teman sebangkunya saat sedang berlangsung jam pelajaran matematika. Perlu diketahui pengajar matematikanya ialah Pak Sugeng “sang monster”. Demikian siswa SMA Tunas Bangsa menjuluki. Tak satu pun siswa yang pernah ter

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Image
  M endung lama sekali bertahan di langit. Menjelang tengah hari, gelap masih bergelantungan, sedikit gerimis tetesnya jatuh di pelataran. Perlahan hujan tumpah. Ia menyerah. Rencana pertama di hari sulung tahun 2020 bersama gadis pujaan hati yang telah dilukis rapi, luntur oleh hujan. Rencana bermula kemarin, saat senja mulai menegur sapa, tiba-tiba datang menghampiri sebuah pesan WA dari kontak yang setiap malam satu ' ping ' pun tak pernah ketinggalan dikirim ke nomor itu dan tak pernah pula mendapat balasan. ["Besok tahun baruan bareng, yuk."] Di senja yang sukar dikenal karena parasnya yang tak cerah itu sampai ke dalam hati si Pemuda tertegun, "Oh Tuhan, mimpi apa aku semalam? Seorang yang selama ini melirikku saja tidak, sekarang mengajakku tahun baruan?" gumam Pemuda itu seolah tak percaya. Akhirnya hanya kata"iya" yang ia balaskan, dengan emoticon senyum termanis menghias di sampingnya. Kemudian puluhan obrolan bersambung hingga h

Alat Pelampias Stress (Sebuah Resensi)

Image
  Sekarang makin aneh-aneh saja kelakuan orang. Selain ada niat untuk cari sensasi, ada juga yang ingin menginspirasi. Semoga yang kedua yang banyak diniatkan (terlepas dari penilaian orang lain tentunya).   Tidak hanya media digital dan media sosial seperti Youtube, Tiktok, Facebook, Twitter dan Instagram, dan lain sebagainya. Media cetak pun bisa juga untuk membuat sensasi. Dan tidak penting untuk dibahas jika sensasi yang ditimbulkan biasa saja. Okelah orang bebas membuat sensasi. Masalahnya kali ini yang jadi media itu adalah Buku. Be U Bu Ka U Ku. BUKU. Harap maklum, saya cukup geram sekarang.   Malas sekali sebetulnya mereview buku ini. Saya sedang ingin berteriak kencang waktu menuliskan ulasan singkat mengenainya. Bukan apa-apa. Hanya saja perasaan jadi campur aduk setelah membuka lembar demi lembarnya. Kagum, tergugah, sekaligus jengkel. Karena terus terang, isinya tidak sesuai ekspetasi. Itu kalau saya. Entah kalian yang memang sedang ingin membuat semacam penyaluran

Kombinasi Cerita dan Kata-Kata Mutiara Sujiwo Tejo (Sebuah Resensi)

Image
Foto:  tokopedia.com Aku tidak mau buru-buru menetapkan kalimat yang ditaruh di lembar pembuka buku ini bagus (gegara penulisnya sudah tersohor namanya), dan ternyata memang tidak bagus. Tapi memukau, wahai para pembaca. Kubuka selembar. Selembar lagi. Aku tetapkan, buku ini mewah. Kita akan serasa dimanjakan bila membuka lembarannya. Mewah di tampilan, karena terdapat lukisan penunjang yang sedikit banyak ada kaitan dengan cerita yang disajikan. Mewah di permainan kata, dan hampir di setiap halaman terdapat quotes yang sering menyebutkan kata "Kekasih" sebagai seseorang yang dipesani. Quotes-quotes itu menjadi pusat perhatian lain yang menarik sembari kita membayangkan Sastro dan Jendrowati bertingkah laku. Quotes menarik Sujiwo Tejo dalam buku ini antara lain menurut saya ada di hal. 15, hal. 43, dan masih banyak lagi. Kemudian ada quotes menarik yang memang nyata mampu menarik pembaca ialah pada halaman 24 yang dicantumkan juga pada cover, " Ternyata mencintai bukanla

Perlahan Lahan Jelma Kenangan (Sebuah Cerpen)

Image
  Foto oleh Zaky Zaff Rembulan tampak memukau di pertengahan Sya’ban ini. Imaji langit malam menjadi hangat serupa paras Dewi—teman gadis masa kecilku yang dahulu rambutnya selalu dikuncir dua dan tentu saja tampilannya lusuh ala anak kampung. Kini ia menjelma perawan pujaannya para jejaka era modernisasi dunia. Sebuah era yang tengah mengalir deras menghanyutkan jauh tawa kanak-kanak menuju lautan remaja yang sarat gelombang penggoyah jiwa. Dan tak satu pun dari kami tahu akan seperti apa nanti ketika sampai di pantai senja; dengan cucur tangis atau gelimang senyum. Yang kami sadari, semuanya telah berubah kecuali satu; kepastian atas keberubahan itu. Si kecil—ingin segera menjadi dewasa, namun ketika dewasa membaluti harinya, ‘dewasa’ pun seakan tak pernah dingini. Menjadi dewasa itu—pikirnya—dapat membeli mainan mahal sekehendak diri, karena “bisa cari uang sendiri”. Tapi sekarang justru kerinduan akan bermain permainan-permainan lawas menjadi lebih besar daripada sekadar kein