Posts

AI Keren!

Terdengar baik bahwa AI akan masuk kurikulum di tahun ajaran baru mendatang. Harapannya anak-anak yang digadang sebagai generasi emas 2045 itu bisa menciptakan AI-AI baru. Sekarang aku yakin kalau memasukkan AI ke dalam pelajaran di sekolah tidak arif dan sangat belum tentu membawa kegemilangan bagi negeri ini. AI bagi sebagian kalangan dianggap buruk. Banyak tren AI yang menuai kontra. Seperti belum lama kemarin warga Indo yang memakai style Ghibli Studio dari Jepang untuk foto rupa mereka sehingga tampak sebagaimana manga tanpa harus menggambarnya dengan susah. Dan betul ramai pula yang menaikkan simpatinya terhadap seni di media sosial berikut foto dan hasil karya seniman Ghibli, Hayao Miyazaki yang dibuat bertahun-tahun. Orang-orang seakan bersenang-senang dengan hasil kilat AI meng- generate foto mereka sementara sang seniman dengan dedikasinya tetap menciptakan karya dengan pikirannya sendiri tanpa bantuan AI. Begitu kira-kira yang simpatisan itu suarakan. Memasukkan AI ke dala...

Pos Ketiga

Seperti dalam Pramuka, perjalanan hidup pun ada pos-posnya. Pos itu adalah waktu di mana kita berhenti untuk merenungi, meskipun tidak wajib, tapi hal ini penting. Kalau kamu berpikir usia kelipatan 10 itu pos tersebut, maka kita sama. Dengan penuh syukur Senin kemarin usiaku genap 30 tahun. Dunia punya sejarah. Tentu masing-masing orang bagian dari itu. Terlepas dari keistimewaan dan ketidakistimewaan, semua orang tentu saja berkelindan dengan sejarah sebab semua berurusan dengan ruang dan waktu. Akan tetapi seperti kata Yuval Noah Harari: Sejarah adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh sangat sedikit orang sementara setiap orang lain membajak tanah dan memikul ember air (Sapiens, hal. 122). Artinya, catatan sejarah diisi hanya sebagian kalangan seperti ilmuwan, tokoh agama, politikus, raja-raja, jenderal, dan mereka-mereka yang elite. Sedangkan s ejarahku atau sejarahmu mungkin tidak ditulis di buku mana pun. Tapi tetap saja perjalanan hidup seseorang itu ada. Dan pasti punya keunik...

Milenial Sandwich

Sebenarnya bantalan sosial itu tidak seberapa. Tapi memang bisa dipakai untuk membandingkan antara kelas ekonomi bawah dengan kelas menengah. Pemerintah memberikan bantuan tersebut untuk sekadar penerimanya bisa terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kelas menengah dalam hal kebutuhan pokok sudah tidak perlu khawatir. Tapi itu ketika kondisi ekonomi baik-baik saja. Andai kata sebaliknya bagaimana? Tentu mereka akan memutar otak. Kelas menengah pasti akan mencari cara bagaimana agar dapat bertahan, meski tanpa bansos. Tapi salah satu caranya jangan sampai mendaftarkan diri sebagai warga tidak mampu, ya. Hari ini aku membaca cerita dari Jose (membaca, karena lewat chat). Setelah beberapa bulan kenal aku baru tahu kalau Jose itu "sandwich", atau apa ya istilahnya yang tepat? Jadi, dalam keluarganya dia harus menanggung beban kebutuhan rumah. Aku tidak tahu persisnya apa saja. Yang jelas pagi tadi dia cerita kalau uang gajinya tersita banyak untuk bayar tagihan listrik dan PDAM. Sementara...

Bukankah Kita Masih Muda?

Agak susah merumuskan perasaan satu ini. Kondisinya: usia hampir 30 tahun dan lajang, melihat banyak kawan yang sudah menggendong anak. Di facebook story aku mendapati seorang kawan sudah punya dua momongan. Potretnya berempat, bersama istrinya juga. Aku bertanya-tanya pada diriku: lho, sudah bapak-bapak? Bukankah aku, juga kamu masih muda, kawan? Entah apa jawaban kawanku kalau pertanyaan itu dilempar padanya. Yang jelas dari apa yang terpampang, ia dan keluarganya bahagia. Aku yang lajang ini menanggapi dari sudutku sendiri bahwa ia dipaksa menjadi tua. Haha. Terang saja pandangan tersebut akan disangkalnya. Lagi. Di sepanjang jalan dukuh di mana masa kecilku sampai usia 19 tahun menapak. Rumah-rumah satu-dua telah berubah wajah. Juga anak-anak kecilnya tampak sangat asing, yang masih terbayang (mungkin juga masih menginginkan) anak-anak kecil itu adalah anak yang ketika aku kelas 5 merekalah kelas 2 nya. Dulu rasanya selisih 3 tahun sudah seakan terpaut jauh. Padahal sekarang yang l...

Reffaneda Tingkat Lanjut

Malam Rabu kemarin saya ikut manggung lagi bareng Reffaneda, grup musik yang berasal dari UKM Seni di kampusku. Walaupun sudah tidak lagi aktif di sana keterampilan main gitarku yang di bawah standar ini tetap dipakai. Itu karena kampusku itu kecil, mahasiswanya sedikit, tidak ada bibit-bibit gitaris baru. Kalaupun ada, pasti tidak difasilitasi. Sejauh ini aku membersamai penampilan setiap generasi Reffaneda. Khususnya vokalis, ya. Karena pergantian personilnya yang pasti di grup itu adalah vokalis. Juga pemain drum akustik (kajon). Gitaris kalau tidak aku ya dicarikan dari luar. Pemain organ dari dulu satu orang yang sama dan bukan dari mahasiswa kampusku. Sedangkan (mahasiswa) yang sekarang aktif di Reffaneda, atau yang kemarin mengisi di penampilan ada tiga orang: satu laki-laki dan dua perempuan. Ketiganya vokalis, dua merangkap MC (untuk acara tamu di pernikahan). Usianya masih sangat muda. Seorang vokalis perempuan memberi warna baru di situ. Ia memang berbakat jadi penyanyi. Khu...

Izul, Ferry, dan Habibie

Kalau Izul memiripkan wajahnya dengan Ferry Irwandi, maka saya tidak. Saya memiripkan Ferry Irwandi dengan B.J. Habibie. Izul pasti bertanya, kok bisa? Orde Baru- seperti saya dengar dari Emha Ainun Najib- banyak menggeser kata sehingga menjadi halus (eufimisme). Saya kira begitu pula ketika ICMI "beraksi" di tahun 90an. Melaui ICMI, lebih mengerucut lagi melalui B.J. Habibie, umat Islam hendak diatur supaya tidak memakai kata "perjuangan" tapi diganti dengan "pekerja". Karena "perjuangan" Islam dinilai ngeri. Di negara Timur Tengah yang masih berkutat dengan senjata kata itu cocok, tapi di Indonesia yang sudah memasuki era "pembangunan" pada waktu itu, yang dibutuhkan adalah keuletan, ketekunan, rajin. Oleh karenanya "perjuangan" Islam diganti dengan "pekerja" Islam. Belakangan, Ferry Irwandi lewat videonya menyampaikan bahwa negara ini masih banyak PR di berbagai sektor, lalu untuk apa bikin geger dengan RUU TNI? K...

Purwokerto

Purwokerto. Senang sekali rasanya karena akhirnya bisa mengunjungi "kota" itu. Cukup mengesankan parasnya. Tapi mungkin yang lebih menarik ialah karena dalam pikiranku sudah membentuk lebih dulu citra Purwokerto. Sebuah daerah yang sebenarnya secara administratif bukan kota. Purwokerto adalah bagian dari Kabupaten Banyumas. Hanya saja, hampir semua orang mengenalnya sebagai satu kota tersendiri. Sebab memang di situ banyak tempat "branded" dan dari situ pula lahir beberapa tokoh ternama. Aku ambil contoh saja, ada Wira Negara, seorang stand up comedian yang berasal dari Purwokerto. Pahlawan nasional ternama pun ada yang tertaut dengan Purwokerto, yaitu Jenderal Sudirman. Namun, hanya satu tempat yang aku kunjungi. Itu pun hanya sampai halaman depannya. Aku ke Keuskupan Purwokerto. Ya, selain curug, tempat itu yang paling menarik bagiku. Lalu, apa yang aku lakukan di sana? Sebelum itu, pertanyaannya adalah bersama siapa aku ke sana? Karena ini penting. Dan ini akan b...