Hampir Bakar Buku

Dua bulan lalu, hampir aku membakar sebuah buku dari deretan koleksiku yang terbagus. Buku itu sangat dikenal banyak orang. Bahkan oleh yang kurang menyukai buku sekalipun. Aku membelinya via online dalam kondisi bekas tapi masih cukup baik.


Bisa dikatakan aku terlambat mendapatkan serta membacanya. Yang aku dapatkan ini cetakan pertama tahun 2018. Namun aku baru membacanya pada 2019. Di cover mukanya tertulis "Buku terlaris versi New York Times dan Globe and Mail". Betul, penulisnya berasal dari Amerika Serikat. Karya luar biasa ini bermula dari tulisan-tulisan blog. Sampai sini pasti sudah bisa diterka judul buku ini.

Dalam versi bahasa Inggris Mark Manson memberinya judul "The Subtle Art Of Not Giving a Fu*k", kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat".

Pertanyaannya, kenapa aku ingin membakar buku yang justru bagus dan terlaris pula?

Sebenarnya kalau tidak menyukai sebagian isinya sudah dari dulu pas setelah membaca bagian tersebut. Tapi baru memuncak setelah dua bulan lalu di tempat kerjaku ada beberapa karyawan yang resign dan sebagian besar pekerjaan tinggalan dan job desknya terlimpah kepadaku. Hubungannya apa dengan buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat?

Dalam salah satu subbab, buku ini mendorong orang untuk berani menolak. Termasuk menolak permintaan orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Tepat, bodo amat dalam buku ini pada dasarnya bertujuan baik yaitu agar orang terhindar dari stress. Tapi sungguh menyebalkan, skill menolak tidak aku kuasai. Akhirnya, stress sendiri jadinya.

Comments

Popular posts from this blog

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)