Posts

Inisiatif Berujung Eksesif

Sore tadi aku baru saja men-servis-kan motor di sebuah bengkel dekat pasar Kedungwuni, bengkel nomor 2 dalam option list pribadiku setelah bengkel punya Pak Eko, teman kuliah. Di sana ada dua montir yang familiar bagiku, keduanya jenaka. Di tengah-tengah mereka memasang baut atau melepas komponen sepeda motor mereka bernyanyi bersautan. Aku tidak tahu apa yang mendorong mereka bernyanyi spontan seperti itu. Kalau alasan suka atau hobi tentu rata-rata orang suka atau hobi bernyanyi, terlepas dari kualitas suaranya. Namun aku sendiri berasumsi, bahwa dalam pikiran mereka ada satu pressure yang mendorong mulut meracau dengan lagu. Mungkin suatu saat harus kupastikan itu. Karena tadi ada seorang kustomer yang komplain atas pekerjaan satu di antara montir tersebut yang membuat paling tidak dua kali ia disalahkan oleh dua orang berbeda dalam satu masalah yang sama (pertama oleh kustomer kedua oleh bosnya), ditambah teman duetnya bukannya memberi support justru mencoba jadi pahlawan deng...

Ketidaksadaran Kolektif

...mindset masyarakat perlu disadarkan, kita harus bareng-bareng membangun kesadaran kolektif di tengah iklim yang serba individualistik. Sebab kalau tidak ada kesadaran kolektif, yang terjadi bakal selalu sama: anak-anak muda yang harusnya punya pikiran idealis selalunya gugur dihadapan patron masing-masing. kalau gini terus, ide/mimpi secemerlang apapun bakal menguap, bang. Itu statement dari temanku di sebuah grup WA komunitas yang orang-orangnya di awal sedang membahas kondisi pengangguran dan persoalan pendidikan di negeri tercinta. Maklum, karena tanpa moderator yang memandu diskusi pembahasan pun tidak fokus. Ada satu orang yang menyinggung juga persoalan sosial-ekonomi dan nyerempet ke sistemnya juga. Lalu, aku menimpali dengan pernyataan yang membikin temanku dan mungkin orang lainnya tidak bisa menerima. Wajar saja, karena aku tidak memberikan penjelasan pada sebaris kalimatku ini: kesadaran kolektif bisa diwujudkan dengan ketidaksadaran. Titik. Sebenarnya bisa saja aku menj...

Raja Ampat di Momentum Kurban

Karena sebagian besar orang mengenal Raja Ampat. Pulau itu adalah "surga" bagi manusia di Bumi dengan keindahan alamnya yang sudah elok sejak masih berada di layar digital. Lebih-lebih mungkin saat mata kepala kita menyaksikan tanpa sekat keindahannya di Papua sana. Entah, aku sendiri belum pernah. Momentum Idul Adha menjadi sangat dalam ibrah nya ketika isu lingkungan hidup itu menyeruak di tengah-tengahnya. Orang-orang yang belum merasakan bagaimana udara "surga" Raja Ampat lalu mereka bersuara merespon kabar penambangan yang jahat itu jangan-jangan karena takut tidak kesampaian menikmatinya? Aku sedang berkelindan dengan bacaan Sapiens yang mana penulisnya, Harari menyebut bahwa spesies kita ini perusak dari dulu. Kamu yang agamis pasti menginterupsi: di Al Quran memang sudah disebutkan bahwa manusia akan berbuat kerusakan di Bumi. Aku pun mengamini juga mengimani apa yang tersebut di dalam kitab suci. Hematku, ayat di dalamnya justru menjadi petunjuk untuk kita...

Ekspektasi di Idul Kurban

Puji Tuhan aku masih diberi karunia dan hidayah untuk melaksanakan sholat idul Adha pagi ini. Tambah semangat ketika MC mengumumkan kalau yang bertugas menjadi khotib adalah anak muda, anak dari salah satu kyai desa. Selain itu, gus tersebut kukenal juga penulis di salah satu media santri yang modern. Satu hal berkesan di Idul Adha tahun ini. Untuk Pertama kali aku menyimak khutbah sahabatku ini. Dia membuka khutbah dengan gagahnya. Sebagai teman dan manusia seusianya aku bangga. Bagian demi bagian aku mendengarkannya sambil berharap ada konteks kekinian yang masuk di antara pesan syariat gus. Khotib dengan menggebu-gebu menerangkan bahwa tidak ada amalan yang paling disukai Tuhan di hari Idul Adha selain kurban. Dan seperti biasa kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail favoritku diceritakan. Aku masih menunggu poin lainnya. Ia melanjutkan, di hari kiamat hewan kurban akan datang- darahnya, tanduknya, kukunya, dan bla-bla lainnya- memberi pertolongan. Dan sampai di sini aku tidak lagi menun...

AI Keren!

Terdengar baik bahwa AI akan masuk kurikulum di tahun ajaran baru mendatang. Harapannya anak-anak yang digadang sebagai generasi emas 2045 itu bisa menciptakan AI-AI baru. Sekarang aku yakin kalau memasukkan AI ke dalam pelajaran di sekolah tidak arif dan sangat belum tentu membawa kegemilangan bagi negeri ini. AI bagi sebagian kalangan dianggap buruk. Banyak tren AI yang menuai kontra. Seperti belum lama kemarin warga Indo yang memakai style Ghibli Studio dari Jepang untuk foto rupa mereka sehingga tampak sebagaimana manga tanpa harus menggambarnya dengan susah. Dan betul ramai pula yang menaikkan simpatinya terhadap seni di media sosial berikut foto dan hasil karya seniman Ghibli, Hayao Miyazaki yang dibuat bertahun-tahun. Orang-orang seakan bersenang-senang dengan hasil kilat AI meng- generate foto mereka sementara sang seniman dengan dedikasinya tetap menciptakan karya dengan pikirannya sendiri tanpa bantuan AI. Begitu kira-kira yang simpatisan itu suarakan. Memasukkan AI ke dala...

Pos Ketiga

Seperti dalam Pramuka, perjalanan hidup pun ada pos-posnya. Pos itu adalah waktu di mana kita berhenti untuk merenungi, meskipun tidak wajib, tapi hal ini penting. Kalau kamu berpikir usia kelipatan 10 itu pos tersebut, maka kita sama. Dengan penuh syukur Senin kemarin usiaku genap 30 tahun. Dunia punya sejarah. Tentu masing-masing orang bagian dari itu. Terlepas dari keistimewaan dan ketidakistimewaan, semua orang tentu saja berkelindan dengan sejarah sebab semua berurusan dengan ruang dan waktu. Akan tetapi seperti kata Yuval Noah Harari: Sejarah adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh sangat sedikit orang sementara setiap orang lain membajak tanah dan memikul ember air (Sapiens, hal. 122). Artinya, catatan sejarah diisi hanya sebagian kalangan seperti ilmuwan, tokoh agama, politikus, raja-raja, jenderal, dan mereka-mereka yang elite. Sedangkan s ejarahku atau sejarahmu mungkin tidak ditulis di buku mana pun. Tapi tetap saja perjalanan hidup seseorang itu ada. Dan pasti punya keunik...

Milenial Sandwich

Sebenarnya bantalan sosial itu tidak seberapa. Tapi memang bisa dipakai untuk membandingkan antara kelas ekonomi bawah dengan kelas menengah. Pemerintah memberikan bantuan tersebut untuk sekadar penerimanya bisa terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kelas menengah dalam hal kebutuhan pokok sudah tidak perlu khawatir. Tapi itu ketika kondisi ekonomi baik-baik saja. Andai kata sebaliknya bagaimana? Tentu mereka akan memutar otak. Kelas menengah pasti akan mencari cara bagaimana agar dapat bertahan, meski tanpa bansos. Tapi salah satu caranya jangan sampai mendaftarkan diri sebagai warga tidak mampu, ya. Hari ini aku membaca cerita dari Jose (membaca, karena lewat chat). Setelah beberapa bulan kenal aku baru tahu kalau Jose itu "sandwich", atau apa ya istilahnya yang tepat? Jadi, dalam keluarganya dia harus menanggung beban kebutuhan rumah. Aku tidak tahu persisnya apa saja. Yang jelas pagi tadi dia cerita kalau uang gajinya tersita banyak untuk bayar tagihan listrik dan PDAM. Sementara...