Tak Meneruskan Kuliah?
Beberapa minggu lalu aku bertemu teman, salah satu teman yang lain dari yang lain. Selain dia berwajah oriental dia pun jenaka ketika sudah bercakap. Usianya di atasku dan sudah berkeluarga. Wawasannya cukup luas ditambah kedewasaan dan kejenakaan membuat apa yang disampaikan terasa tidak membosankan, kesetaraan melingkupi obrolan kami meskipun terpaut usia yang berbeda generasi.
Lama tak berjumpa dia hari itu juga tak seperti sebelum-sebelumnya menanyakan kuliahku. Tak berhenti pada pertanyaan dia bahkan setengah memaksa aku untuk melanjutkan lagi studi yang bagiku sudah seperti buku yang kututup lembar-lembarnya dengan sampul belakang tanpa perlu menyelesaikannya.
Sebagian besar orang menganggap keputusanku itu konyol. Termasuk orang tuaku sendiri. Siapa yang ingin sudah 7 tahun menjadi mahasiswa tapi di ujungnya malah tidak lulus? Hanya orang gila yang menginginkan demikian. Artinya aku gila.
Membahagiakan orang tua dengan gelar akademik di belakang nama, siapa yang tidak mau? Semua orang mau, pun aku sendiri. Lalu mengapa tidak melakukannya? Selain kendala teknis, ada hal prinsipil yang mencegat langkahku menuju Bab IV skripsi. Pertama, kuliahku (secara akademik) tidak sempurna. Dahulu aku lebih memilih mengurusi organisasi mahasiswa ketimbang rajin mengikuti kelas. Terdengar rendah, bukan? Kompleks bila aku ceritakan. Yang perlu diketahui mengapa bisa demikian karena aku peduli pada mahasiswa kampusku agar minumum dapat sejajar dengan mahasiswa kampus lain meski kampusnya banyak minus dari banyak hal.
Kedua, aku tidak ingin lagi meneruskan baik sekarang pun nanti selagi aku masih bergelut dengan masalah pendanaan dan oleh karenanya memaksaku membelah-belah waktu dan oleh karenanya mengorbankan mental. Dalam pikiranku, mahasiswa yang ingin bersungguh-sungguh belajar tidak semestinya diganggu dengan aktivitas bekerja. Aku bukan orang yang begitu mudah bersikap masa bodoh dengan proses belajar di kampus. Maka, aku mau kuliah lagi sampai lulus jika aku dalam prosesnya tidak pusing memikirkan dari mana uang untuk membayar. Dan tentunya bukan di kampusku yang pertama.
Comments
Post a Comment