Raja Ampat di Momentum Kurban
Karena sebagian besar orang mengenal Raja Ampat. Pulau itu adalah "surga" bagi manusia di Bumi dengan keindahan alamnya yang sudah elok sejak masih berada di layar digital. Lebih-lebih mungkin saat mata kepala kita menyaksikan tanpa sekat keindahannya di Papua sana. Entah, aku sendiri belum pernah.
Momentum Idul Adha menjadi sangat dalam ibrahnya ketika isu lingkungan hidup itu menyeruak di tengah-tengahnya. Orang-orang yang belum merasakan bagaimana udara "surga" Raja Ampat lalu mereka bersuara merespon kabar penambangan yang jahat itu jangan-jangan karena takut tidak kesampaian menikmatinya?
Aku sedang berkelindan dengan bacaan Sapiens yang mana penulisnya, Harari menyebut bahwa spesies kita ini perusak dari dulu. Kamu yang agamis pasti menginterupsi: di Al Quran memang sudah disebutkan bahwa manusia akan berbuat kerusakan di Bumi. Aku pun mengamini juga mengimani apa yang tersebut di dalam kitab suci. Hematku, ayat di dalamnya justru menjadi petunjuk untuk kita dapat mempelajarinya lebih detail. Dari sumber mana saja. Tak terkecuali Sapiens.
Kepunahan massal yang terjadi di Australia membuat generasi-generasi setelah kurang lebih 40.000 SM tidak dapat melihat 20-an spesies di wilayah tersebut. Manusia mengolonisasi Australia dan berdiri di puncak rantai makanan dalam ekosistem. Harari menyebut manusia sebagai spesies paling mematikan dalam empat milyar tahun riwayat kehidupan di planet Bumi.
Hari raya Kurban yang dirayakan kemarin, tak banyak orang memaknainya dengan sudut pandang dunia secara lebih luas. Seperti hari ini Saras Dewi menulis di Jawa Pos dengan mengurai gagasan tentang cinta Hannah Arendt, filsuf Jerman abad 19: Amor mundi atau cinta pada dunia. Saras mengajak untuk merenungkan; tidakkah semestinya (kecintaan pada dunia) juga kecintaan pada seluruh alam, tidak saja terhadap spesiesnya sendiri?
Dalam Kurban kebanyakan manusia cenderung berfokus pada diri manusia sendiri. Hewan kurban disembelih untuk dikonsumsi manusia sehingga mereka berpikir sapi yang terbaik, kambing yang terbaik, semua dipertimbangkan untuk kepentingan manusia. Tanpa melihat sedikit pun pada hewan-hewan tersebut sebagai sesama makhluk Tuhan yang hidup di Bumi.
Isu penambangan Raja Ampat di momentum Idul Adha linier dengan ibrah tersebut, yang terhalang oleh syariat yang mainstream dikhutbahkan setiap tahun selepas sholat ied. Saras Dewi mengajak untuk memaknai ruang publik sebagai tempat keberagaman manusia dan keberagaman hayati saling bertautan dalam kehidupan bersama. Revolusi pertanian umat manusia yang mengantarkan hewan seperti sapi dan kambing ke dalam kandang ditambah perlakuan penyiksaan terhadap mereka menjadikan idul Adha sebagai momentum perenungan: spesies domestikasi itu disyaratkan sah sebagai kurban dengan usia yang dewasa bukan semata untuk kepentingan konsumsi manusia, akan tetapi sebagai pengingat pada kita bahwa anak-anak sapi dan anak-anak kambing masih ingin bermain dengan dunia yang baru beberapa minggu dilihatnya.
Comments
Post a Comment