Mimpi

Padahal sekarang jarang sekali aku bermimpi sampai apa yang ada di dalam mimpi itu masih teringat dengan gamblang ketika telah sadar. Aku diserap ke dalam sebuah situasi yang membuat rindu akan masa kecil. Tapi mimpinya bukan menjadi anak-anak. Lebih ke merenungkan tentang waktu. Kalau dalam lagunya Dewa 19, karena waktu yang bengis terus pergi. Demikian yang menjadi sedihnya.

Setting mimpinya ialah rumah masa kecil. Dalam mimpi itu aku duduk di teras sisi utara yang dalam ingatan masih tergambar jelas bagaimana rupanya. Lantai hijau yang memudar dan pohon rambutan kecil. Jujur, membayangkannya membuat air mata berdesakan ingin keluar.

Transisi dari mimpi kepada sadar begitu halus. Efeknya kuat sampai rasa kantuk hilang sama sekali. Perlahan aku membuka mata dengan kesedihan menyelimuti hati. Hal pertama yang terpikir saat sadar ialah kepergian masa-masa indah. Yang satu per satu mengatakan selamat tinggal dan mendamparkanku bersama masa ini.

Masa yang sarat dengan upaya keras, peluh, dan tekanan. Tapi tidak ada mimpi. Dunia serasa berhenti di sini. Nasib seakan akan begini-begini saja.

Comments

Popular posts from this blog

Keusilan Hujan

Baskara dan Suicide Idea