Ekspektasi di Idul Kurban

Puji Tuhan aku masih diberi karunia dan hidayah untuk melaksanakan sholat idul Adha pagi ini. Tambah semangat ketika MC mengumumkan kalau yang bertugas menjadi khotib adalah anak muda, anak dari salah satu kyai desa. Selain itu, gus tersebut kukenal juga penulis di salah satu media santri yang modern.

Satu hal berkesan di Idul Adha tahun ini. Untuk Pertama kali aku menyimak khutbah sahabatku ini. Dia membuka khutbah dengan gagahnya. Sebagai teman dan manusia seusianya aku bangga.

Bagian demi bagian aku mendengarkannya sambil berharap ada konteks kekinian yang masuk di antara pesan syariat gus.

Khotib dengan menggebu-gebu menerangkan bahwa tidak ada amalan yang paling disukai Tuhan di hari Idul Adha selain kurban. Dan seperti biasa kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail favoritku diceritakan. Aku masih menunggu poin lainnya.

Ia melanjutkan, di hari kiamat hewan kurban akan datang- darahnya, tanduknya, kukunya, dan bla-bla lainnya- memberi pertolongan.

Dan sampai di sini aku tidak lagi menunggu. Khutbah gus tidak ada bedanya dengan khotib mainstream.

Gus tidak pun sekali menyinggung hewan itu makhluk Tuhan. Yang punya nyawa, punya keluarga, punya kehidupan, bahkan punya perasaan. Seketika spirit yang tampak tidak jauh dari keuntungan-keuntungan manusia semata.

Pun syarat-syarat hewan kurban yang secara fisik harus patut, usianya harus cukup, tak lebih dari hanya agar pahala si manusia sebagai subjek itu diterima! Apakah begitu? Apakah selama ini hewan kurban dianggap hanya objek? Dan apakah ajaran Islam demikian?

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Keusilan Hujan

Baskara dan Suicide Idea