Jangan-jangan

Tadi pagi temanku chat ke WA, "Aku mau nikah!". Responku kaget. Karena aku tidak pernah tahu kalau selama ini dia sudah punya calon istri. Perasaanku sedih karena akan "ditinggal" teman seperjuangan. Tapi sebagai teman tentu saja aku senang.

Bagiku, detik ini pernikahan adalah sebuah mimpi tentang membangun sistem sosial yang orang menyebutnya keluarga, dengan ideal sebagaimana versiku. Di dalamnya ada seorang bapak, seorang ibu, dan anak-anak berjumlah antara 4-5 orang dengan komposisi perempuan lebih banyak dari laki-lakinya.

Karena sebagai mimpi, jarak antara pernikahan dengan aku sendiri itu jauh. Bahkan secara berlebihan mungkin berada di galaksi yang berbeda.

Apa jangan-jangan karena aku hidup di Indonesia--negeri yang aku cinta ini--lebih spesifik lagi di Pekalongan--kota yang menyaksikan pertumbuhanku?

Setahuku Indonesia kaya sumber daya alamnya. Indonesia menyimpan gunung emas. Bayangkan! Gunung tapi emas! Sayang sekali emasnya sudah dikeruk dan dibawa ke negara lain. Rakyat dapat apa? Tak usah rakyat yang jauh dari situ, yang ada di sekitarnya saja, orang-orang Papua, mereka masih banyak yang hidup serba kekurangan.

Dan Pekalongan. Ada yang bilang, orang Pekalongan di luar kota sukses itu biasa, orang Pekalongan di kotanya sendiri sukses itu luar biasa. Jadi?

Langsung saja. Persoalan intinya adalah materi. Uang. Jangan bilang kalau nikah itu cukup ke KUA dan selesai. Di lingkungan yang mungkin tidak kalian pahami, nikah itu jauh dari kata selesai sebelum ada uang minimal 10 juta.

Dengan harga segitu pernikahan kita sudah sederhana, ngga mewah-mewah, kok.

Persoalan sekundernya, di umur yang hampir 30 tahun ini aku merasa belum patut menikahi perempuan mana pun. Apalagi setelah ada sesuatu mengetuk kesadaranku, ia berpesan tanpa kata-kata, bahwa selama ini mengatur diriku sendiri saja aku tidak bisa. Kuliah yang tidak selesai, pekerjaan kantor yang terbengkalai, punya skill tapi tidak tahu harus diapakan untuk menghasilkan (pendapatan).

Hanya saja, sebagai seorang yang tidak menerima begitu saja atas apa yang aku "derita" ini, aku masih sedikit membela diri: bisa jadi semua itu bukan mutlak berhulu dari aku sendiri. Sungguh, suatu pembelaan untuk menjaga kewarasan.

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Keusilan Hujan

Baskara dan Suicide Idea