Sedikit Kaget
Beberapa kawan penggerak Komunitas GUSDURian Pekalongan--paling tidak yang sudah masuk di grup WA--Kamis kemarin (13 Februari) tidak ikut meramaikan Haul Gus Dur ke-15 yang diadakan UIN KH Abdurrahman Wahid. Di antara kawan tersebut ada dua yang alumni kampus itu. Aku tidak tahu persis alasan mereka apa. Tentu bisa bermacam-macam, bisa jadi karena jarak dari rumah ke sana yang jauh. Namun, jarak tidak akan jadi penghalang kalau ada semangat yang tinggi.
Bisa jadi juga alasan berikut ini. Dari apa yang telah aku pahami selama bergumul dengan pikiran kedua orang kawan tersebut, seperti ada sesuatu yang selalu menahan langkah mereka untuk hadir dalam aktivitas GUSDURian di kampusnya sendiri itu. Sekali lagi, sekadar bisa jadi, bisa jadi ada pengalaman tidak elok yang mereka rasakan selama menjadi aktivis mahasiswa dulu. Idealisme mereka tidak menemukan kecocokan terhadap kampus sebagai institusi. Entah.
Sedang aku yang tidak berasal dari sana kadang merasa sebagai orang asing. Beruntung dosen yang "bersentuhan" denganku sampai rektornya baik. Namun, tetap saja rektor, wakil rektor, dekan, kajur, dan seterusnya itu jabatan, yang mana menciptakan jurang pemisah dengan orang lain--sepertiku--yang tanpa jabatan atau predikat begitu berarti.
Di dalam acara tersebut saja contohnya. Dipisah-pisahkan tempat duduk menjadi VVIP, VIP, dan biasa. Tata letak tempat duduk acara sangat terang ada peminggiran. VIP terdengar istimewa. Saking istimewanya tamu yang tergolong VIP itu nampak seperti bahan pameran. Seakan ada kalimat yang ingin terlontar, "Ini nih jejaring lokal yang diundang komunitas GUSDURian Pekalongan". Tapi para audiens di depannya bertanya, "Siapa sih mereka?"
Keistimewaan tidak sampai di situ. Para jejaring yang terdiri dari beberapa tokoh agama dan pimpinan organisasi itu akan diagendakan bertemu putri Gus Dur yang datang di acara. Aku pikir mereka akan dipertemukan dalam satu ruang dan satu meja. Ngobrol hangat. Membahas hal apa yang bisa dilakukan ke depan. Tapi aku agak shocked ketika tahu para bapak dan ibu yang aku hormati itu menunggu--lebih mirip mengantri--untuk menyambut putri Gus Dur. Untuk hanya foto bersama berdesakan di belakang gedung acara. Setelah itu putri Gus Dur dijemput mobil dan pamit.
Jika ceritaku ini terbaca dan dinilai kurang tepat, suatu saat bisa diklarifikasi.
Comments
Post a Comment