Kemanusiaan Itu...
Lewat perjalanan hari ini, perjalanan yang membawa pesan kemanusiaan, Tuhan menguji dengan membuat kita bertanya pada diri kita sendiri yang berbusa-busa membicarakan kemanusiaan. "Manusia mana yang kita perjuangkan?"
Tuh, lihat. Di pinggir jalan seorang perempuan peminta-minta tua-renta-buta dibentak-bentak disuruh menyingkir dari belakang mobil oleh seorang laki-laki muda dan penuh daya. Lihatlah dengan kacamata kemanusiaanmu. Oke, sudah lihat? Tapi mana gerakanmu? Nol!
Dengan suster kau baru saja berbincang tentang lingkungan. Eh, tunggu. Bukan sembarang isu lingkungan. Ini keadilan ekologis! Kelestarian lingkungan yang bukan semata-mata agar kita bisa menikmati sungai-sungai dan bermain di tengah arusnya, pepohonan yang asri dan pegunungan tempat memanjakan matamu, atau pantai untuk bertarian ditingkah gulungan ombak nan lembut. Tapi ekologi yang adil untuk rakyat negeri ini. Wah, bisa disangka kalimat-kalimat yang terlontar selangit tingginya.
Di gereja-gereja seakan kau sedang menunjukkan kemanusiaan. Beda agama tidak dijadikan masalah karena kita sama-sama manusia. Kau mengupayakan kerukunan umat beragama. Tapi seringkali tidak sadar telah lebih dulu puas dengan kerukunan itu.
Kalau Gus Dur tahu, mungkin akan berkata: kemanusiaan yang kau perjuangkan hanya ilusi.
Gerakan toleransi, gerakan lingkungan, semua tidak ada artinya, kalau ketidakadilan bahkan ada di hadapan kita dan kita tidak (bisa) melakukan apa-apa.
Tuhan, benar-benar menusuk apa yang Engkau isyaratkan. Perempuan buta itu menjadi umpama ketidaksempurnaan bagi penglihatan kami. Lemahnya menjadi umpama langkah kami.
Gerakan toleransi, gerakan lingkungan, semua tidak ada artinya, kalau ketidakadilan bahkan ada di hadapan kita dan kita tidak (bisa) melakukan apa-apa.
Tuhan, benar-benar menusuk apa yang Engkau isyaratkan. Perempuan buta itu menjadi umpama ketidaksempurnaan bagi penglihatan kami. Lemahnya menjadi umpama langkah kami.
Comments
Post a Comment