Aku Korban, Aku juga Pelaku
Bahkan dalam perkara asmara pun kita ditahan untuk merasa paling mulia. Kalau pernah membaca buku Mark Manson, pasti pernah menemukan "sentilan" bahwa terkadang kita merasa istimewa karena pertama kita mengalami penderitaan. Seakan penderitaan itu adalah paling berat di antara yang lain; atau kedua kita merasa hebat lalu kita berhak diistemawakan.
Ada sifat yang disebut ujub. Ujub ini ditandai dengan keadaan ketika orang telah merasa hebat karena melakukan kebaikan terus-menerus dan merasa telah menjadi manusia yang lebih baik daripada yang lain.
Kembali pada perkara asmara. Tentu tidak hanya aku. Sebagian orang pernah mengalami patah hati. Merasa menderita karena ditinggal kekasih yang sangat dicintai. Namun aku tidak tahu apakah hal yang terjadi padaku berikut ini juga dialami orang lain.
Perpisahan dengan pacar pertama membuat jiwaku sedikit terguncang. Lara hatinya cukup lama. Apalagi ditambah dengan melihat dia waktu itu sudah bersama yang lain tidak lama setelah kami putus.
Namun waktu yang akhirnya mengikis luka. Bulan dan tahun berlalu aku merasa butuh pasangan yang bisa mengiringi perjalananku waktu itu. Aku katakan ingin menjalin hubungan dengannya. Beberapa kali pun kami sempat jalan bareng. Tapi, entah mengapa begitu jahatnya, aku memilih untuk meninggalkannya. Aku melihat ia menangis di hadapanku.
Semenjak itu, aku yang selama ini merasa dilukai, kini harus pula merasa berdosa. Dari sini aku menyerap pesan bahwa aku (mungkin juga kalian) tidak boleh merasa paling menderita. Dan aku sadar ternyata itu bukan hadiah atau kesempatan balas dendam. Tapi memang untuk keseimbangan. Agar ketika mengingat pengalaman buruk yang melukai, aku tidak merasa menjadi korban. Sebab aku juga pelaku.
Comments
Post a Comment