Fase-Fase

Sudah berapa lama aku berada di komunitas GUSDURian? Dan bagaimana hingga sejauh ini? Coba deh kuurai.


FASE I


Sebelum Januari 2021. Mungkin terlalu lebar definisi waktunya. Tapi setidaknya Januari 2021 yang paling mudah aku ingat. Sebelum awal tahun tersebut aku yang saat itu masih berkeliaran di kampus, diundang salah satu senior PMII, organisasi yang aku ikuti sejak 2018 dan saat itu aku masih aktif di ranah komisariat (tingkat kepengurusan level kampus).

Aku dan beberapa kawan yang hadir di kafe Quiclo Wonopringgo diajak untuk bergiat di GUSDURian. Waktu itu aku tidak tahu apakah itu organisasi atau komunitas atau apa? Aku menganggap itu seperti angin lalu saja. Sekadar hal yang baik saja.

Kalau tidak salah waktu itu kami diarahkan untuk menjalin silaturahmi dengan tokoh-tokoh agama Kristen dan lainnya. Tentu saja akan ditemani seniorku. Akan tetapi hal yang sudah direncanakan tersebut tidak terlaksana.

Sampai tiba pada pertemuan kedua di kafe 44 Trans, Kedungwuni. Pembicaraannya tidak jauh berbeda. Tapi orang2 yang hadir tidak sama seperti pada pertemuan pertama. Pada intinya sih, GUSDURian Pekalongan yang saat itu dikoordinatori oleh seniorku tadi mau dititipkan ke kami. Karena dalam waktu dekat dia akan merantau. Juga membahas tentang Temu Nasional (Tunas) GUSDURian 2020 yang digelar secara daring.

Diarahkanlah kami untuk ikut Tunas pada bulan Desember 2020. Aku sempat ikut masuk dalam forum online-nya. Hanya saja tidak begitu interested. Karena belum mengenal GUSDURian.

Januari 2021. Aku dan dua dari beberapa teman yang bertemu di dua moment tadi mengunjungi Gereja Kristen Jawa dan bertemu dengan pendeta di sana. Akan tetapi tidak ditemani seniorku.

Dengan senior satu ini aku memang cukup dekat walaupun berasal dari kampus berbeda. Aku pernah pinjam buku tentang PMII miliknya. Aku baca selama beberapa minggu. Selesai tidak selesai aku kembalikan. Waktu itu kami bertemu di kafe Jagad, Buaran. Sekaligus dia menginfokan bahwa akan ada workshop penguatan kapasitas komunitas GUSDURian di Jogja. Aku yang belakangan meminta supaya diberikan semacam kaderisasi dulu sebelum melakukan gerakan hari itu mendapat kabar baik.

Sayangnya, teman2 yang lain, khususnya yang sudah tergabung dalam grup WA, hanya 2 orang yang bisa. Sedangkan minimal harus 5 orang. Akhirnya tidak jadi berangkat.

Singkat cerita, koordinator GUSDURian Pekalongan sudah beralih ke seorang temanku yang hadir di momen pertemuan pertama serta ikut ke gereja saat itu.

Beberapa kali temanku ini mengajak kami para penerus (komunitas) GUSDURian Pekalongan bertemu. Pernah diagendakan bertemu di Angkringan Jangkrik Boss, Binagriya. Di situ ia memaparkan rencana-rencana ke depan GUSDURian Pekalongan mau apa?

Pertama, sosial media akan diaktifkan kembali dengan diisi konten-konten yang lebih proper dari konten sebelumnya. Kedua, akan diadakan acara semacam upgrading. Walaupun pada akhirnya yang kedua ini tidak terlaksana. Dan hal yang pertama juga tidak berjalan baik.

Pada Agustus 2022, koordinator menginformasikan di grup WA kalau GUSDURian mau adakan acara seminar internasional tentang lingkungan. Tapi aku tidak ikut. Baik jadi panitia atau pesertanya. Karena sudah terlanjur tidak semangat dengan apa yang sebelumnya terjadi; orang2 di grup tidak bisa / tidak mau menyisihkan waktunya untuk ikut penguatan kapasitas komunitas.

Sampai di situ aku kira teman2 atau koordinator bergantung pada sesepuh/senior. Sehingga gerakannya tidak bisa fleksibel dan sarat batasan-batasan.

Berselang satu bulan aku dikabari mau ada Temu Nasional 2022 di Surabaya. Waktu itu menjelang KKN. Dan pelaksanaan Tunas ketika KKN sudah berjalan satu minggu. Sebenarnya berat untuk memutuskan. Tapi akhirnya berangkat juga. Tiga hari di Surabaya meninggalkan KKN. Aku sendiri merasa tidak enak hati. Dan tentu ada teman satu kelompok yang tidak suka dengan kepergianku waktu itu.

Aku dan teman2 yang ikut Tunas di Surabaya memikul beban moral untuk menggiatkan GUSDURian Pekalongan. Selain karena sudah mengenal (tahap pengenalan ini yang aku harapkan dari awal sebelum melangkah untuk bergerak), akomodasi ke Surabaya seluruhnya dibiayai oleh senior termasuk seniorku di PMII yang mengajakku dulu.

Entah bagaimana, Tunas 2022 tersebut seakan menjadi pengukuhan aku sebagai koordinator GUSDURian.

Di tengah-tengah masa KKN, suatu malam aku dihubungi seorang yang asing, dia mahasiswa UIN Gus Dur (sekarang jadi koordinator GUSDURian di kampus itu) mengajakku untuk bertemu di UIN. Aku share ke grup informasi pertemuan, temanku yang koordinator sebelumnya (ya, walaupun aku sendiri tidak tahu apakah aku jadi koordinator atau tidak), katanya dia yang punya ide membuat "komisariat" GUSDURian di UIN. Oke, deh.

Beban moral atau sisa semangat pasca TUNAS 2022 yang kemudian pasca KKN aku bawa. Menyambung silaturahmi dengan senior GUSDURian Pekalongan. Meminta saran dan masukan dari mereka. Khususnya menyambangi donatur terbesar yang membiayai perjalanan aku dan teman2 ke Surabaya.

Ternyata sampai di situ kultur ketergantungan kepada senior masih melekat. Kami bertanya kepada senior tapi tidak mendapatkan arahan yang terang. Dan kami kebingungan menjalankan agenda apa yang mau dijalankan. Seperti Haul Gus Dur di tahun 2022 yang sudah direncanakan, karena keterbatasan jejaring dan wawasan tentang kegiatan GUSDURian, serta penggerak2 yang minim, agenda Haul batal.

FASE II


Masuk tahun 2023. Acara Harlah Gus Dur mengawali kolaborasi GUSDURian Pekalongan dan GUSDURian UIN. Hubungan keduanya terjalin perlahan. Bagiku dari sini mulai teraba bagaimana berkegiatan dalam GUSDURian. Jejaring tokoh lintas iman juga mulai terjalin menjelang acara Harlah Gus Dur saat itu.

Walaupun ketika Rakernas di bulan November tahun itu aku tidak yakin untuk mewakili Komunitas di Wisma Hijau, Depok. Apa yang mau disampaikan tentang Komunitas yang baru akan berdiri lagi setelah lama terbaring.

Namun bagaimana pun proses belajarku baru dimulai. Sedikit demi sedikit aku mulai memahami. Jadi, menjelang Rakernas setiap komunitas GUSDURian seluruh Indonesia diminta mengisi data sejauh mana pergerakan terkini di masing-masing daerah.

Dari pertanyaan2 yang diberikan secara tidak langsung tampak indikator2 dan dari situ aku mulai mengerti apa saja yang perlu untuk dilakukan ke depan. Aku screenshot pertanyaan2 itu dan menyimpannya sebagai tanda aku mau melakukannya step by step.

Setelah Harlah Gus Dur, Haul Gus Dur menyusul. Sungguh bisa diperbandingkan dengan Haul Gus Dur sebelumnya yang terlaksana pun tidak. Yang ada rencana dan rencana. Karena bingung harus bagaiamana. Diakui kehadiran mahasiswa2 UIN yang aktif di GUSDURian kampus tersebut sangat2 mendorong gerakan hingga sedemikian rupa sekarang.

Mereka lah rekan gerak di saat penggerak-penggerak yang ada di grup lawas terasa begitu "tua" spiritnya.

FASE III


26 Mei 2024, aku pertama kalinya gabung di forum Buka Buku Pekalongan. Aku bertemu dengan pegiat utama komunitas tersebut dan ngobrol2 soal Buka Buku yang selama ini kegiatannya hanya membicarakan buku tanpa topik khusus, berkeinginan untuk menghadirkan namanya Buka Obrolan dimana ada hal yang dibicarakan secara fokus.

Aku yang sudah memperkenalkan diri sebagai penggerak Komunitas GUSDURian Pekalongan diajak berkolaborasi dalam menggelar agenda itu. Dengan embel2 GUSDURian kontan langsung dapat tuh sebuah topik tentang "lintas iman". Aku agak lupa, dia menyinggung tentang Buku Obrolan dulu atau pas tahu ada GUSDURian jadi berpikir mengadakan forum itu. Mungkin yang bersangkutan bisa mengoreksi.

Tapi sayang sekali forum itu belum terlaksana. Walaupun langkah2 sudah kami ambil untuk menuju ke sana. Kami sudah menyambangi pemuda / tokoh dari berbagai agama dengan tujuan mengajak untuk jadi peserta diskusi dan membicarakan bareng tentang isu2 di sekitar Pekalongan.

Dari situ jejaring lintas iman di Kota Pekalongan yang sebelumnya tidak terajut sekarang mulai terajut. Serta aku menjadi ada teman di Pekalongan kota ketika akan wara-wiri membangun gerakan di wilayah kota. Karena sebelumnya teman2 penggerak sebagian berada di selatan (UIN, Kajen).

Teman2 baru ini juga membawa KGD Pekalongan mempererat persaudaraan (juga dalam rangka membangun gerakan) dengan komunitas2 lain yang ada di Pekalongan.

Salah satu yang paling dekat dan cukup bermakna ialah Yayasan Assakinah "Teman Tuli". Bagiku mengenal teman2 tuli adalah sebuah anugerah. Mengapa? Terlepas dari kekurangan fisik, mereka adalah warna dunia yang baru bagiku. Bahasa isyarat, tidak pernah aku sangka aku akan mengenal dan belajar bahasa isyarat kalau tidak bertemu dengan teman2 tuli.

Per hari ini ketiga fase itu yang dapat aku identifikasi. Seiring perjalanan tidak menutup kemungkinan akan ada fase lain. Harapannya bukan cerita yang amat buruk yang mewarnai fase yang akan datang.

Di fase sekarang (fase III) aku mulai merasa aku ini siapa? Hal ini dipicu pertama oleh latar belakangku yang bukan mahasiswa UIN Gus Dur. Oke, bahwa GUSDURian tidak harus merupakan bagian dari kampus tersebut. Tapi tidak bisa dipungkiri, kampus tersebut banyak beririsan dengan GUSDURian. Misal saja kemarin sewaktu organisasi mahasiswa di UIN itu marak mengadakan masa orientasi anggota baru dan diharuskan ada materi tentang GUSDURian, aku bukan orang yang dipilih untuk mengisi materi tersebut. Otomatis senior2 atau mahasiswa UIN (GUSDURian kampus tersebut) yang terkadang dan sering membiarkan aku aktif sendiri. Kalau iri sepertinya tidak. Hanya saja, ketika posisiku sebagai koordinator Komunitas GUSDURian Pekalongan yang kalau bahasa sininya ngosek sana ngosek sini di Pekalongan membangun jejaring dan gerakan--kembali--setelah vakum lama, di saat yang sama justru orang lain yang diminta menerangkan apa itu GUSDURian, di situ ada pertanyaan "GUSDURian yang mana yang diterangkan?".

Aku bukan pengagum sosok Gus Dur dari sejak lama. Sekarang pun masih tidak jauh berbeda. Lain dengan orang yang tazim--biasanya kalangan santri atau NU kental--pada sosok kyai termasuk Gus Dur. Dan mengapa aku masih bertahan di GUSDURian? Karena aku kelompok lemah, di sini aku memperjuangkan kelompokku.

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi

Keusilan Hujan

Baskara dan Suicide Idea