Mengapa Tidak Biasa Saja?
[1]
Di sisi lain aku ingin menjadi orang yang menjalani kehidupan dunia ini biasa saja. Katakanlah, lulus kuliah lanjut nikah. Atau lulus SMA, kerja, menikah. Dan di dalam keluarga yang terbentuk kemudian menjalani peran sebagai suami dengan sekadarnya dan sebagaimana mestinya. Bangun tidur, berangkat kerja, pulang kerja, menghabiskan prime time bareng istri. Ketika punya anak menggendong anak, merawatnya bersama-sama.
[2]
Bukannya seperti sekarang yang berkeliaran kesana-kemari. Bertemu orang-orang dan bersama mereka ingin mewujudkan mimpi yang abstrak, yang bahkan itu sulit. Serta, bukannya seperti sekarang yang menghabiskan hari demi hari menjalani pekerjaan yang menyita kesehatan mental. Kau yang membaca ini pasti heran dan sedikit kesal; kalau tahu semua keburukannya, kenapa masih dilakukan?
[1]
Sebagaimana yang--bapak-bapak, lelaki biasa saja--pikirkan. Bahwa yang terpenting keluarganya bahagia. Bisa makan cukup setiap harinya. Dengan itu maka harus bekerja keras demi keluarga. Siang dan malam dilalui dengan aman, tenteram, lebih-lebih bisa bernaung di rumah yang besar dan bagus, lebih-lebih lagi punya mobil yang setiap akhir pekan atau masa liburan bisa dipakai untuk bepergian senang-senang mencetak momen yang bisa dikenang di masa tua.
[2]
Aku tak tahu mengapa demikian besar idealisme ini. Walaupun sepertinya telah terjawab oleh kenyataan-kenyataan yang ada, bahwa ketika dunia ini sementara maka perjuangan manusia semasa hiduplah menjadi bukti, bukan soal bagaimana ia rajin mengumpulkan pahala dengan sibuk memikirkan akhiratnya, melainkan bagaimana ia merajut langkah demi langkah menjaga alam tempat tinggalnya dari kerusakan, serta memastikan bahwa semua manusia mendapatkan haknya. Meskipun dalam langkah-langkah itu sesekali ada ancaman, ketakutan, dan bermacam duri lainnya.
Comments
Post a Comment