Keberangkatan Kekasih

Hampir penuh. Aku tidak tahu persis apa saja yang terkandung dalam ranselnya. Tampak mengemuka satu plastik sedang berisi keceriaan, lalu agak besar lagi: keramaian, terbungkus kardus kecil warna terang: sebingkah kebersamaan. Dan aku tahu yang tersebar di setiap sela tumpukan semuanya, ukurannya besar dan kecil namun kerap. Itu pasti kelimpahan rezeki.


Masih banyak isi ranselnya. Aku tak melihat yang lebih dasar. Tapi katanya, aku akan tahu setelah ia melambaikan perpisahan, berlalu dari hadapku. Saat di mana kehilangan baru terasa.

Ia akan berangkat Maghrib ini. Cuma satu yang ia tinggalkan. Dengan tatap harap sembari kedua sisi pundakku ditepuknya keras ia mengeja, "ber-ta-han."

"Sampai aku kembali," sambungnya.

Tersisakan berapa kantong bahagia dalam Lebaran, jika kekasih telah pulang? Tak ada walau setengah kata nama kampungnya. Namun ungkapnya, aku pasti tahu harus ke mana bilamana rindu. Atau, katanya, "Kurung dulu rindu itu dalam sekotak kayu, lalu lempar jauh ke mana kau yakini aku berada, aku pasti kembali membawa rindu itu untuk kita rayakan bersama."

Comments

Popular posts from this blog

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)