Menghabiskan Masa Muda

Aku terhenyak ketika ada karyawan lain yang berani menolak tugas pekerjaan karena tidak ada upahnya (di luar upah pokok setiap bulan). Karena aku melihat diriku sendiri bekerja di kantor sekarang lebih banyak bertahan untuk menjaga kewarasan daripada untuk mengejar penghasilan.

"Pengabdianku" pada Bos dimulai sejak usia 22 tahun sampai sekarang usia 28 tahun. Benar-benar aku habiskan masa mudaku dengan segala potensi yang ada dan waktu yang berharga. Dan secuil keberanian mengakhirinya (baca: resign). Karena minimal menurut penilaianku sendiri aku sadar banyak melakukan kesalahan dalam pekerjaan sehingga banyak berkas yang aku pegang mangkrak. Kalau misal aku resign aku sendiri menanggung malu karena hal itu. Serta berkas yang aku tinggalkan akan menjadi beban siapa pun yang meneruskan, beban pikiran juga untukku yang meninggalkan. Aku terlalu takut untuk itu.

Seperti contoh kemarin baru saja aku dimarahi orang gara-gara sudah hampir setengah tahun berkas belum selesai dan belum berjalan prosesnya. Aku ini bekerja di bidang kenotariatan yang mengurusi sertipikat tanah. Yang mana 90% adalah urusan administrasi. Serta berhubungan dengan birokrasi/instansi terkait. Proses pekerjaan tidak singkat menjadikan sesuatu yang "mentah" langsung menjadi "matang". Ada lebih dari satu step yang seharusnya masing-masing step ada satu orang yang menangani. Apesnya di kantorku hampir tidak ada pengorganisasian SDM untuk itu. Sehingga satu orang bisa mengerjakan banyak step.

Terlebih berkas tidak terdistribusi dengan merata ke karyawan yang ada. Mungkin aku termasuk yang dengan bodoh menerima tanggung jawab terlalu banyak.

Karyawan di sana semuanya staff biasa dalam arti tidak ada hierarki. Pimpinannya hanya Bosnya yang mungkin tidak begitu memperhatikan hal yang semacam itu. Aku sendiri mencoba bertindak profesional dan melakukan sepatutnya orang dipekerjakan dan menerima upah. Sudah semestinya tidak menolak untuk diberi berkas pekerjaan. Tapi ketika aku sibuk dan pikiranku tidak tenang karena banyak berkas yang belum selesai kemudian melihat ada yang seperti kurang kerjaan di sana aku kadang merasa "kok begini, ya?"

Semenjak awal bekerja di sana aku mulai melanjutkan studiku ke perguruan tinggi. Sebenarnya awal-awal itu pekerjaanku tidak banyak, makanya aku pun berani untuk kuliah. Waktu itu kantorku bukan di tempat yang sekarang. Selang setahun aku pindah dan mulailah periode centang-perenang dalam masa mudaku ini. Kuliahku pun berantakan. Dan aku ingat-ingat lagi sebelum kepindahan aku dimintai pendapat bagaimana kalau pindah? Aku jawab tidak masalah karena di sini (kantor dulu) minim tugas pekerjaan. Apa segala stress yang aku terima sekarang adalah harimauku yang timbul dari mulutku dulu? Yang jelas, tidak ada orang yang tenang menghabiskan waktu dengan kondisi seperti ini.

Comments

Popular posts from this blog

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)