Mahasiswa Mau Minta Bantuan Buat Bayar UKT?


cermati.com

Oleh : Amir Muzaki

Mahasiswa perguruan tinggi (negeri) mau minta bantuan buat bayar UKT (uang kuliah tunggal)? Nggak salah tuh?

Pendidikan di negeri ini makin miris saja. Sampai pendidikan harus tertatih, terseok berjalan membawa para generasi penerus bangsa menuju gerbang kemajuan. Memang sih kewajiban pemerintah perihal pengadaan dana pendidikan yang tertulis dalam UU Sisdiknas (Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional) hanya di rentang usia 7 sampai 15 tahun. Yang mana mencakup SD hingga SMP saja. Tapi pemerintah sudah ada tanggung jawab juga soal UKT ini.

Terlepas dari bagaimana kondisi perekonomian negeri ini sekarang yang sedang merosot karena terdampak pandemi Corona Virus, pemerintah seharusnya tidak begitu saja mengorbankan sektor pendidikan. Karena tentu menjadi keinginan pemerintah dan seluruh masyarakat mempunyai kualitas pendidikan yang bagus. Mutu pendidikan pun merupakan tanggung jawab pemerintah. Kalau dalam hal pendanaannya diabaikan bagaimana mau tercapai keinginan itu?

Baru-baru ini ada yang mengajak saya dan kawan-kawan sekampus lain untuk ikut membantu mereka, para mahasiswa perguruan tinggi negeri yang tidak mampu, untuk meringankan beban mereka dalam hal UKT. Sebelumnya ia menunjukkan poster ajakan tersebut. Melihat poster itu, saya merasa ada yang tidak pas di hati dan pikiran, tapi apa ya? Saya sempat turut prihatin. Tapi tak lama ada egoisme yang menyeruak keluar untuk diungkapkan: “saya tidak mau membantu mereka”.

Begini. Saya ini juga seorang mahasiswa, akan tetapi kuliah di perguruan tinggi swasta. Itu alasan dasar penolakannya. Dalam konteksnya, UKT hanya diberlakukan kepada mahasiswa perguruan tinggi negeri. Bagi yang belum tahu, UKT atau Uang Kuliah Tunggal adalah bentuk keringanan yang diberikan oleh pemerintah sesuai perekonomian orang tua mahasiswa atau yang menanggung biayanya. Ada komponen pembiayaan lain yaitu BKT (Biaya Kuliah Tunggal) yang merupakan biaya operasional keseluruhan per mahasiswa setiap semesternya pada setiap program studi (ruangmahasiswa.com). UKT dihitung dengan rumus BKT (Biaya Kuliah Tunggal) – BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri).

Alasan dasar tersebut diperkuat dengan “kondisi bawaan” dari kampus. Termasuk kondisi mayoritas mahasiswanya, penulis termasuk yang dimaksud. Yang akan terungkap ini tergolong langka terjadi di perguruan tinggi lain. Meski kini saya tidak nyaman tapi biarlah menjadi ciri khas dari kampus. Kalau ada yang memang butuh sistim seperti yang akan disebut di bawah ini, tidak masalah sekali. Justru itu menjadi semacam alternatif.

Slogan dari kampus saya adalah ”Kuliah Sambil Kerja”. Bukan kelas ekstensi, bukan... Secara umum memang demikian. Dari slogan itu masyarakat bisa menerka bagaimana kondisi sosial-budaya-ekonomi mahasiswa di dalamnya. Tentu tidak ada mahasiswa yang tidak bekerja. Tidak sebatas slogan, kalimat itu dijelmakan kepada sistim. Yang pada akhirnya juga berpengaruh ke kualitas. Baik akademik pun non-akademiknya. Dan masalah ini masih menjadi PR bagi stake holder kampus. Semoga lekas terpecahkan.

Sekarang saya berada pada posisi mahasiswa sekaligus sebagai pekerja, yang membiayai kuliah dengan hasil dari bekerja. Suatu hal yang menjadikan beda dengan mereka yang meminta bantuan untuk UKT.

Saya paham kondisi orang tua mereka. Saya bisa mengerti keadaan ekonomi sekarang yang sedang tidak baik-baik saja. Tapi jauh di balik itu, posisi mereka adalah posisi yang saya (atau kami) idamkan-idamkan. Saya (atau kami) kuliah di perguruan tinggi swasta yang minim sarana-prasarana. Sedangkan mereka... Mereka di lingkungan pembelajarannya senantiasa mendapat yang terbaik. Bisa menikmati kuliah “yang sesungguhnya” kuliah. Mereka bisa menikmati gedung yang besar, ruangan yang banyak dan berkualitas, fasilitas kemahasiswaan yang memadai. Kemudian, setelah lulus sangat diperhitungkan ijazahnya dibandingkan dengan milik kami tentunya. Terus terang, di titik itu saya iri.

Mungkin mereka meratapi nelangsa karena biaya hanya di saat-saat tertentu. Tapi saya hampir sepanjang perjalanan. Kau tahu, pertama kali masuk, saya dengan sendirinya bela-belain usaha ngutang dulu untuk biaya kuliah? Dan sampai sekarang masih kembang-kempis mengusahakannya.

Mereka, para mahasiswa PTN kurang-mampu memohon bantuan UKT, biar. Tapi saya pribadi tidak akan ikut serta membantu. Untuk kalian wahai mahasiswa pemohon bantuan UKT, mahasiswa kurang-mampu... Kalau orang tua tidak kuat bayar, mending keluar saja. Kampus saya siap menerima kalian. Di sana kalian bisa kuliah sambil bekerja membantu orang tua kalian dalam pembiayaan. Khawatir harus kerja keras buat membiayai kuliah sendiri? Tidak perlu hirau. Karena pasti akan terimbangi dengan kemudahan-kemudahan mencapai kelulusan. Kalau ada yang berminat pindah kampus bisa klik menu contact form blog ini dan cari nomor WA di situ.

Hei... kerjaan apapun sekarang sepi, Bray. Di kampusmu pun pada susah bayar kuliah.

Ya, hal itu memang terjadi di kampus saya. Tapi apa kalian, para mahasiswa akan tega kalau tahu betapa secuilnya gaji dosen dan karyawan di sana? Jika teman-teman saya di sana juga pada mengalami ketidakmampuan dalam pembiayaan kuliah mereka, saya pun tidak akan mau membantu. Keringanan sudah banyak diberikan kampus. Saya lebih peduli dengan para dosen dan karyawan, yang terkadang sampai honorarium mereka telat dibayarkan.


Comments

Popular posts from this blog

Mendengarkan Cerita dari Seorang Manusia Lelaki (Sebuah Cerpen)

Ruangan yang Membungkus Si Pemuda (Sebuah Cerpen)

Menikmati Sekaligus Mempelajari Cerita Fiksi (Sebuah Resensi)