Mahasiswa Mau Minta Bantuan Buat Bayar UKT?
Mahasiswa perguruan tinggi (negeri)
mau minta bantuan buat bayar UKT (uang kuliah tunggal)? Nggak salah tuh?
Pendidikan di negeri ini makin miris saja. Sampai pendidikan harus tertatih, terseok berjalan membawa para generasi penerus bangsa menuju gerbang kemajuan. Memang sih kewajiban pemerintah perihal pengadaan dana pendidikan yang tertulis dalam UU Sisdiknas (Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional) hanya di rentang usia 7 sampai 15 tahun. Yang mana mencakup SD hingga SMP saja. Tapi pemerintah sudah ada tanggung jawab juga soal UKT ini.
Terlepas dari bagaimana kondisi
perekonomian negeri ini sekarang yang sedang merosot karena terdampak pandemi
Corona Virus, pemerintah seharusnya tidak begitu saja mengorbankan sektor
pendidikan. Karena tentu menjadi keinginan pemerintah dan seluruh masyarakat
mempunyai kualitas pendidikan yang bagus. Mutu pendidikan pun merupakan
tanggung jawab pemerintah. Kalau dalam hal pendanaannya diabaikan bagaimana mau
tercapai keinginan itu?
Baru-baru ini ada yang mengajak
saya dan kawan-kawan sekampus lain untuk ikut membantu mereka, para mahasiswa perguruan tinggi negeri yang
tidak mampu, untuk meringankan beban mereka dalam hal UKT. Sebelumnya ia
menunjukkan poster ajakan tersebut. Melihat poster itu, saya merasa ada yang tidak
pas di hati dan pikiran, tapi apa ya? Saya sempat turut prihatin. Tapi tak lama
ada egoisme yang menyeruak keluar untuk diungkapkan: “saya tidak mau membantu
mereka”.
Begini. Saya ini juga seorang
mahasiswa, akan tetapi kuliah di perguruan tinggi swasta. Itu alasan dasar
penolakannya. Dalam konteksnya, UKT hanya diberlakukan kepada mahasiswa
perguruan tinggi negeri. Bagi yang belum tahu, UKT atau Uang Kuliah Tunggal
adalah bentuk keringanan yang diberikan oleh pemerintah sesuai perekonomian orang
tua mahasiswa atau yang menanggung biayanya. Ada komponen pembiayaan lain yaitu
BKT (Biaya Kuliah Tunggal) yang merupakan biaya
operasional keseluruhan per mahasiswa setiap semesternya pada setiap program
studi (ruangmahasiswa.com). UKT dihitung dengan rumus BKT (Biaya Kuliah
Tunggal) – BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri).
Alasan dasar tersebut diperkuat
dengan “kondisi bawaan” dari kampus. Termasuk kondisi mayoritas
mahasiswanya, penulis termasuk yang dimaksud. Yang akan terungkap ini tergolong
langka terjadi di perguruan tinggi lain. Meski kini saya tidak nyaman tapi
biarlah menjadi ciri khas dari kampus. Kalau ada yang memang butuh sistim
seperti yang akan disebut di bawah ini, tidak masalah sekali. Justru itu menjadi
semacam alternatif.
Slogan dari kampus saya adalah
”Kuliah Sambil Kerja”. Bukan kelas ekstensi, bukan... Secara umum memang
demikian. Dari slogan itu masyarakat bisa menerka bagaimana kondisi
sosial-budaya-ekonomi mahasiswa di dalamnya. Tentu tidak ada mahasiswa yang
tidak bekerja. Tidak sebatas slogan, kalimat itu dijelmakan kepada
sistim. Yang pada akhirnya juga berpengaruh ke kualitas. Baik akademik pun
non-akademiknya. Dan masalah ini masih menjadi PR bagi stake holder kampus.
Semoga lekas terpecahkan.
Sekarang saya berada pada posisi
mahasiswa sekaligus sebagai pekerja, yang membiayai kuliah dengan hasil dari
bekerja. Suatu hal yang menjadikan beda dengan mereka yang meminta bantuan
untuk UKT.
Saya paham kondisi orang tua
mereka. Saya bisa mengerti keadaan ekonomi sekarang yang sedang tidak baik-baik
saja. Tapi jauh di balik itu, posisi mereka adalah posisi yang saya (atau kami)
idamkan-idamkan. Saya (atau kami) kuliah di perguruan tinggi swasta yang minim
sarana-prasarana. Sedangkan mereka... Mereka di lingkungan pembelajarannya
senantiasa mendapat yang terbaik. Bisa menikmati kuliah “yang sesungguhnya”
kuliah. Mereka bisa menikmati gedung yang besar, ruangan yang banyak dan
berkualitas, fasilitas kemahasiswaan yang memadai. Kemudian, setelah lulus
sangat diperhitungkan ijazahnya dibandingkan dengan milik kami tentunya. Terus terang, di
titik itu saya iri.
Mungkin mereka meratapi nelangsa
karena biaya hanya di saat-saat tertentu. Tapi saya hampir sepanjang
perjalanan. Kau tahu, pertama kali masuk, saya dengan sendirinya bela-belain usaha ngutang dulu untuk biaya kuliah? Dan sampai sekarang masih
kembang-kempis mengusahakannya.
Mereka, para mahasiswa PTN kurang-mampu memohon bantuan UKT, biar. Tapi saya pribadi tidak akan ikut serta
membantu. Untuk kalian wahai mahasiswa pemohon bantuan UKT, mahasiswa kurang-mampu... Kalau orang tua tidak kuat bayar, mending keluar saja. Kampus saya
siap menerima kalian. Di sana kalian bisa kuliah sambil bekerja membantu orang
tua kalian dalam pembiayaan. Khawatir harus kerja keras buat membiayai kuliah
sendiri? Tidak perlu hirau. Karena pasti akan terimbangi dengan
kemudahan-kemudahan mencapai kelulusan. Kalau ada yang berminat pindah kampus
bisa klik menu contact form blog ini dan cari nomor WA di situ.
Hei... kerjaan apapun sekarang sepi, Bray. Di kampusmu pun pada susah
bayar kuliah.
Ya, hal itu memang terjadi di
kampus saya. Tapi apa kalian, para mahasiswa akan tega kalau tahu betapa
secuilnya gaji dosen dan karyawan di sana? Jika teman-teman saya di sana juga pada
mengalami ketidakmampuan dalam pembiayaan kuliah mereka, saya pun tidak akan
mau membantu. Keringanan sudah banyak diberikan kampus. Saya lebih peduli
dengan para dosen dan karyawan, yang terkadang sampai honorarium mereka telat
dibayarkan.
Comments
Post a Comment